Senin, 12 Januari 2009

BAB 6. MESIN PENDINGIN ALTERNATIF

Tujuan Instruksional Khusus

Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan menjelaskan prinsip kerja berbagai mesin pendingin alternatif dan menganalisis performansi mesin pendingin absorpsi. Cakupan dari pokok bahasan ini rangkuman sistem pendingin non kompresi uap, khusunya sistem absorpsi dan efek termoelektrik.

A. Sistem Pendinginan Absorbsi

Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri. Siklus pendinginan absorbsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap. Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi.

Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin absorbsi digunakan absorber dan generator. Uap bertekanan rendah diserap di absorber, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga absorber dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak. Untuk melakukan proses kompresi tersebut, sistem pendingin kompresi uap memerlukan masukan kerja mekanik sedangkan sistem pendingin absorbsi memerlukan masukan energi panas. Oleh sebab itu, siklus kompresi uap sering disebut sebagai siklus yang digerakkan dengan kerja (work-operated) dan siklus absorbsi disebut sebagai siklus yang digerakkan dengan panas (heat operated). Gambar 6-1 menunjukkan persamaan dan perbedaan antara siklus kompresi uap dengan siklus absorbsi.

Salah satu keunggulan sistim absorbsi adalah karena menggunakan panas sebagai energi penggerak. Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah (low level energy) karena panas merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering kali tidak didaur ulang. Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan kolektor surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler yang menggunakan energi komersial.

1. Prinsip Kerja Siklus Absorbsi

Dasar siklus absorbsi disajikan pada gambar 6-2. Pada gambar ditunjukkan adanya dua tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan rendah yang meliputi proses penguapan (di evaporator) dan penyerapan (di absorber), dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap (di generator) dan pengembunan (di kondensor). Siklus absorbsi juga menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda, zat pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrigeran. Selanjutnya, efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari kombinasi proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat tekanan tersebut. Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan pada siklus kompresi uap

Kerja siklus secara keseluruhan adalah sebagai berikut :

Proses 1-2/1-3 : Larutan encer campuran zat penyerap dengan refrigeran (konsentrasi zat penyerap rendah) masuk ke generator pada tekanan tinggi. Di generator panas dari sumber bersuhu tinggi ditambahkan untuk menguapkan dan memisahkan refrigeran dari zat penyerap, sehingga terdapat uap refrigeran dan larutan pekat zat penyerap. Larutan pekat campuran zat penyerap mengalir ke absorber dan uap refrigeran mengalir ke kondensor.


Proses 2-7 : Larutan pekat campuran zat penyerap dengan refrigeran (konsentrasi zat penyerap tinggi) kembali ke absorber melalui katup cekik. Penggunaan katup cekik bertujuan untuk mempertahankan perbedaan tekanan antara generator dan absorber.

Proses 3-4 : Di kondensor, uap refrigeran bertekanan dan bersuhu tinggi diembunkan, panas dilepas ke lingkungan, dan terjadi perubahan fase refrigeran dari uap ke cair. Dari kondensor dihasilkan refrigeran cair bertekanan tinggi dan bersuhu rendah.

Proses 4-5 : Tekanan tinggi refrigeran cair diturunkan dengan menggunakan katup cekik (katup ekspansi) dan dihasilkan refrigeran cair bertekanan dan bersuhu rendah yang selanjutnya dialirkan ke evaporator.

Proses 5-6 : Di evaporator, refrigeran cair mengambil panas dari lingkungan yang akan didinginkan dan menguap sehingga terjadi uap refrigeran bertekanan rendah.

Proses 6-8/7-8 : Uap refrigeran dari evaporator diserap oleh larutan pekat zat penyerap di absorber dan membentuk larutan encer zat penyerap. Jika proses penyerapan tersebut terjadi secara adiabatik, terjadi peningkatan suhu campuran larutan yang pada gilirannya akan menyebabkan proses penyerapan uap terhenti. Agar proses penyerapan berlangsung terus-menerus, absorber didinginkan dengan air yang mengambil dan melepaskan panas tersebut ke lingkungan.

Proses 8-1 : Pompa menerima larutan cair bertekanan rendah dari absorber, meningkatkan tekanannya, dan mengalirkannya ke generator sehingga proses berulang secara terus menerus.

2. Analisa Pendinginan Absorbsi

Siklus pendinginan absorbsi pada prinsipnya merupakan kombinasi dari 2 siklus, yaitu siklus tenaga dan siklus pendinginan, seperti disajikan pada Gambar 6-3. Siklus tenaga menghasilkan kerja yang dibutuhkan untuk melakukan proses pengempaan (kompresi) uap yang dihasilkan oleh evaporator. Siklus tenaga menerima panas qg pada suhu Ts, melepas energi W dalam bentuk kerja ke siklus pendinginan, dan melepas sejumlah qa energi ke lingkungan dalam bentuk panas pada suhu Ta. Siklus refrigerasi menerima kerja sebesar W dan menggunakannya untuk memompa sejumlah qe panas pada suhu pendinginan Tr kemudian melepaskan sejumlah qc panas pada suhu lingkungan Ta.

Dari definisi COP, untuk siklus tenaga berlaku persamaan:

............................................................

6-1

sedangkan untuk siklus pendinginan berlaku,

............................................................

6-2

Koefisien penampilan (COP) siklus absorbsi ideal atau siklus pendinginan yang digerakkan dengan panas didefinisikan sebagai :

............................................................

6-3

Dengan memasukkan persamaan [6-1] dan [6-2] diperoleh koefisien penampilan ideal

............................................................

6-4

Dari persamaan di atas dapat diambil beberapa kecenderungan, yaitu :
- COP meningkat jika Tg meningkat
- COP meningkat jika Te meningkat
- COP menurun jika Ta menurun

Dalam beberapa hal, penggunaan COP untuk melihat penampilan sistem pendinginan absorbsi tidak menguntungkan karena nilainya sangat rendah dibandingkan dengan COP sistem pendinginan kompresi uap. Akan tetapi, hal ini tidak mutlak menunjukkan bahwa penampilan kerja sistem absorbsi lebih rendah dibandingkan sistem kompresi uap karena definisi keduanya sangat berbeda. COP sistem kompresi uap adalah perbandingan laju pendinginan terhadap tenaga dalam bentuk kerja yang diberikan pada sistem, sedangkan pada sistem absorbsi adalah perbandingan terhadap penambahan panas pada generator. Secara umum, energi dalam bentuk kerja lebih tinggi nilai dan harganya dibandingkan dalam bentuk panas.

Contoh Soal 1 :

Tentukan COP ideal sistem pendinginan absorbsi yang digerakkan dengan sumber panas bersuhu 100 oC, suhu pendinginan 5 oC dan suhu lingkungan 30 oC.
Jawab : COP = (5+273.15)(100-30) / (100+273.15)(30-5) = 2.09

Analisis terhadap siklus pendinginan absorbsi sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan Gambar 6-8 sebagai berikut:

a. Keseimbangan massa

Di absorber :

............................................................

6-5

Di generator :

............................................................

6-6

............................................................

6-7a

............................................................

6-7b

............................................................

6-8

Di kondensor dan evaporator :

............................................................

6-9

yaitu massa refrigeran yang mengalir jika konsentrasi zat penyerap yang terkandung pada refrigeran setelah keluar dari generator (pada titik 4) dianggap nol (keadaan ideal).

b. Keseimbangan energi

Energi masuk = energi keluar :

............................................................

6-10

dimana :

............................................................

6-11

............................................................

6-12

............................................................

6-13

............................................................

6-14

............................................................

6-15

dimana :
h : entalpi (kJ/kg)
m : laju aliran massa (kg/det)
p : tekanan (kPa)
q : energi (kJ/kg)
v : volume jenis larutan (m3/kg)
wp : kerja pompa (kW/kg)
x : konsentrasi penyerap (-)
hp : efisiensi pompa (-)
huruf kecil 1-8 : sesuai dengan gambar 6-8
a : absorber (penyerap) c : campuran
e : evaporator g : generator
k : kondensor r : refrigeran

Contoh soal 2:

Suatu mesin pendingin jenis absorbsi air-LiBr bekerja dengan suhu di generator 100 oC, kondensor 40 oC, evaporator 10 oC, dan absorber 30 oC. Kapasitas pompa adalah 0,6 kg/det.

Tentukan :
a. laju aliran refrigeran (air) yang melalui kondensor dan evaporator
b. energi masuk/keluar pada generator, kondensor, evaporator, dan absorber.
c. COP sistem.
Jawab :
a. Keadaan jenuh air murni terjadi di kondensor dan evaporator, sehingga dengan memasukkan suhu-suhu yang diketahui ke gambar 6-5, diperoleh tekanan uap jenuh di :

kondensor (Tk = 40 oC) = 7,38 kPa
evaporator (Te = 10 oC) = 1,23 kPa
Uap jenuh di kondensor keluar dari generator pada suhu 100 oC, sehingga konsentrasi LiBr yang terkandung pada uap air setelah keluar dari generator adalah perpotongan antara suhu larutan 100 oC dengan suhu jenuh 40 oC, yaitu 66,4 %.

Uap jenuh dari evaporator masuk ke absorber yang berada pada suhu 30 oC, sehingga meninggalkan absorber dengan konsentrasi LiBr (dengan cara yang sama) sebesar 50 %. Dengan demikian, keseimbangan massa di generator, dapat dituliskan :

Keseimbangan laju massa total : m2 + m4 = m1 = mc = 0,6
Keseimbangan LiBr : m1x1 = m2x2
0,6(0,50) = m2 (0,664)
m2 = m3 = ma = 0,452 kg/det dan
m4 = mr = 0,148 kg/det

Sehingga, laju aliran massa refrigeran yang melalui kondensor dan evaporator adalah m4 = m5 = m6 = m7 = mr = 0,148 kg/det, sedangkan laju aliran massa penyerap adalah m2 = m3 = ma = 0,452 kg/det, dan mc = 0,6 kg/det.

b. Entalpi larutan dapat dibaca dari gambar 6-6, yaitu :
h1 = h8 = (pada T = 30 oC dan x1 = 0,50) = -168 kJ/kg
h2 = h3 = (pada T = 100 oC dan x2 = 0,664) = -52 kJ/kg

Entalpi air dan uap air pada keadaan jenuh dapat dibaca dari Tabel Uap pada Lampiran, yaitu :
h4 (uap jenuh pada T = 100 oC) = 2676,0 kJ/kg
h5 = h6 = (cair jenuh pada T = 40 oC) = 167,5 kJ/kg
h7 (uap jenuh pada T = 10 oC) = 2520,0 kJ/kg

Sehingga laju pertukaran energi yang terjadi adalah :
qg = m2h2 + m4h4 - m1h1 = 0,452(-52) + 0,148(2676,0) - 0,6(-168) = 473,3 kJ
qk = mr(h4 - h5) = 0,148(2676,0 - 167,5) = 371,2 kJ
qa = mrh7 + mah3 - mch8 = 0,148(2520,0) + 0,452(-52) - 0,6(-168) = 450,3 kJ/kg
qe = mr(h7 - h6) = 0,148(2520,0 - 167,5) = 348,2 kJ/kg

c. COP = qe / qg = (348,2) / (473,3) = 0,736
COP ideal sistem dapat dihitung dengan menggunakan Ta rata-rata = (30+40)/2 = 35 oC, yaitu :

.................................

6-16

3. Kombinasi Refrigeran – Absorber pada Sistem Pendinginan Absorbsi

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh kombinasi refrigeran dengan zat penyerap untuk layak digunakan pada mesin pendingin absorbsi. Diantaranya adalah :

  1. Zat penyerap harus mempunyai nilai afinitas (pertalian) yang kuat dengan uap refrigeran, dan keduanya harus mempunyai daya larut yang baik pada kisaran suhu kerja yang diinginkan.
  2. Kedua cairan tersebut, baik masing-masing maupun hasil campurannya, harus aman, stabil, dan tidak korosif.
  3. Secara ideal, kemampuan penguapan zat penyerap harus lebih rendah dari refrigeran sehingga refrigeran yang meninggalkan generator tidak mengandung zat penyerap
  4. Refrigeran harus mempunyai panas laten penguapan yang cukup tinggi sehingga laju aliran refrigeran yang harus dicapai tidak terlalu tinggi
  5. Tekanan kerja kedua zat harus cukup rendah (mendekati tekanan atmosfir) untuk mengurangi berat alat dan menghindari kebocoran ke lingkungannya

Saat ini, terdapat dua kombinasi refrigeran-zat penyerap yang umum digunakan, yaitu air-litium bromida (H2O-LiBr) dan amonia-air (NH3-H2O). Pada kombinasi pertama, air bertindak sebagai refrigeran dan litium bromida sebagai zat penyerap, sedang pada kombinasi kedua, amonia bertindak sebagai refrigeran dan air sebagai zat penyerap.

a. Sistem Litium Bromida – air

Sistem litium bromida-air banyak digunakan untuk pengkondisian udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 oC. Litium Bromida (LiBr) adalah suatu kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air. Larutan cair yang terjadi memberi tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan, seperti ditunjukkan pada Gambar 6-5. Diagram pada gambar tersebut digunakan pada keadaan jenuh larutan, dimana larutan berada pada keadaan keseimbangan.

Hubungan antara entalpi dengan persentase Litium-Bromida dalam larutan LiBr pada berbagai suhu larutan diberikan pada Gambar 6-6. Di bagian kanan bawah Gambar 6-5 dan Gambar 6-6 terdapat batas dimana terjadi kristalisasi larutan LiBr-H2O, yaitu pada keadaan mana larutan mengalami pemadatan. Proses yang terjadi pada wilayah melewati batas kristalisasi akan mengakibatkan pembentukan lumpur padat dan penyumbatan sehingga mengganggu aliran di dalam pipa.

Contoh soal 3:

Air murni pada suhu 40 oC diserap oleh LiBr sehingga menghasilkan larutan dengan konsentrasi 59 % LiBr di dalam larutan. Tentukan a) tekanan uap air murni (sebelum pelarutan LiBr), b) suhu dan tekanan uap larutan air larutan
Jawab :

a) Dengan menggunakan Gambar 6-5, tekan uap air murni diperoleh dengan menarik garis lurus mendatar dari kiri ke kanan, sehingga tekanan uap air pada suhu 40 oC adalah 7,38 kPa.

b) Suhu larutan merupakan titik potong antara suhu air (40 oC) dengan konsentrasi larutan (59%) yaitu 80 oC. Tekanan uap larutan diperoleh dengan menarik garis lurus mendatar ke sumbu tekanan, dan diperoleh nilai 7, 38 kPa (sama dengan tekanan uap air murni pada suhu 40 oC).

b. Sistem Air – Amonia

Sistem amonia-air digunakan secara luas untuk mesin pendingin berskala kecil (perumahan) maupun industri, yang mana suhu evaporasi yang dibutuhkan mendekati atau di bawah 0 oC. Sistem amonia-air mempunyai hampir seluruh kriteria yang diperlukan di atas, kecuali bahwa zat-zat tersebut dapat bersifat korosif terhadap tembaga dan alloynya, serta sifat amonia yang sedikit beracun sehingga membatasi penggunaannya untuk pengkondisian udara.

Kelemahan sistem amonia-air yang paling utama adalah air yang juga mudah menguap sehingga amonia yang berfungsi sebagai refrigeran masih mengandung uap air pada saat keluar dari generator dan masuk ke evaporator melalui kondensor. Keadaan ini dapat menyebabkan uap air meninggalkan panas di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga menurunkan efek pendinginan. Untuk menghindari hal itu, mesin pendingin absorbsi dengan sistem amonia-air umumnya dilengkapi dengan rectifier dan analyzer, seperti ditunjukkan pada Gambar 6-7. Amonia yang masih mengandung uap air dari generator melalui rectifier, suatu mekanisma yang bekerja seperti kondenser akibat adanya arus balik uap air dari analyzer. Di sini, uap air yang mempunyai suhu jenuh yang lebih tinggi diembunkan dan dikembalikan ke generator. Selanjutnya amonia dan sejumlah kecil uap air diteruskan ke analyzer, dimana uap air dan sebagian kecil amonia diembunkan dan dikembalikan ke generator melalui rectifier, sedangkan amonia diteruskan ke kondensor. Analyzer pada prinsipnya adalah suatu kolom distilasi, yang umumnya menggunakan air pendingin dari kondensor sebagai media pendingin.

Untuk dapat menghitung penampilan panas di dalam siklus pendinginan absorbsi maka diperlukan data entalpi tiap kombinasi refrigeran-zat penyerap yang digunakan. Diagram entalpi-konsentrasi sistem amonia-air (NH3-H2O) diberikan pada Lampiran. Perlu diperhatikan bahwa pada diagram tersebut konsentrasi yang ditunjukkan adalah konsentrasi NH3 di dalam larutan NH3-H2O, meskipun dalam hal ini amonia berfungsi sebagai refrigeran dan air sebagai zat penyerap.

B. Efek Termoelektrik

Jika arus dilewatkan melalui suatu termokopel maka akan terjadi 5 efek sebagai berikut:

Efek Seebeck; yaitu efek yang mendefinisikan mekanisme pengukuran suhu dengan termokopel (Gambar 6-8). Jika dua konduktor A dan B yang berbeda disambungkan dan kedua ujung sambungan tersebut diletakkan pada suhu yang berbeda, maka akan dihasilkan gaya gerak listrik (GGL). Sebaliknya, jika GGL tersebut disediakan, maka akan terjadi suhu berbeda pada kedua ujung tersebut. Hubungan antara beda suhu dengan GGL tersebut adalah:



Gambar 6-8. Efek Termoelektrik


Contoh video pendinginan dengan efek termoelektrik

............................................................

6-17

dimana a adalah daya termoelektrik atau koefieisen Seebeck (V/K)

Efek Joulean; yaitu efek pembentukan panas sebagai akibat dari arus yang mengalir karena terbentuknya GGL pada efek Seebeck di atas. Panas Joulean yang terbentuk adalah sebesar:

............................................................

6-18

dimana qj adalah panas joulean (W), I adalah arus (A) dan R adalah total tahanan pada rangkaian (ohm).

Efek Konduksi; yaitu jika salah satu ujung jembatan termokopel tersebut dipertahankan pada suhu yang lebih tinggi dari ujung lainnya, maka akan terjadi aliran panas dari ujung yang lebih panas ke ujung lebih dingin. Efek ini bersifat tak-mampu balik, dan besarnya adalah:

............................................................

6-19

dimana U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan.

Efek Peltier; jika arus dilewatkan melalui termokopel yang pada mulanya suhu kedua ujungnya adalah sama, maka sejumlah panas akan dilepas pada salah satu ujungnya dan sejumlah lain panas akan diserap pada ujung lainnya sehingga terjadi perbedaan suhu pada kedua ujung tersebut. Perpindahan panas tersebut dipengaruhi oleh arus yang mengalir, dengan hubungan seperti persamaan:

............................................................

6-20


dimana f adalah koefisien Peltier (volt). Efek Peltier ini menjadi dasar utama system pendinginan efek termoelektrik.

Efek Thomson; jika arus mengalir melalui konduktor termokopel yang pada mulanya bersuhu seragam, maka panas Joulean akan menyebabkan gradien suhu sepanjang termokopel tersebut, dengan hubungan:

............................................................

6-21


dimana t adalah koefisien Thomson (V/K) dan dT/dx adalah gradien suhu yang terjadi pada konduktor.

Secara termodinamik koefisien Seebeck (a), Peltier (f) dan Thomson (t) adalah saling berhubungan. Besaran a dan f sangat tergantung pada sifat kedua konduktor pada termokopel tersebut sehingga harus dinyatakan dalam nilai beda (a = aA - aB dan f = fA - fB). Dengan demikian, hubungan ketiga koefisien tersebut dapat dinyatakan dengan dua persamaan berikut:

............................................................

6-22

............................................................

6-23

Efek Peltier di atas dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendinginan dengan memilih secara tepat dua konduktor berbeda yang akan digunakan. Gambar 2 menunjukkan contoh skematik system pendingin termoelektrik. Konduktor dipilih sedemikian hingga daya termoelektrik ap positip dan an negatip. Jembatan dingin direkatkan dengan lempeng metal atau jenis permukaan pindah panas lainnya, yang kemudian dipaparkan pada ruang atau benda yang akan didinginkan. Sedangkan jembatan panas direkatkan dengan permukaan pindah panas untuk dapat melepaskan panas ke atmosfir atau media lain.

Pada kondisi tunak (steady), penyerapan dan pelepasan panas dapat dianggap terjadi hanya pada jembatan tersebut, dan sifat lain bahan tetap. Dengan demikian, keseimbangan panas yang terjadi adalah:

............................................................

6-24

............................................................

6-25

Dari persamaan (6-25) diperoleh,

............................................................

6-26

yang menunjukkan bahwa beda suhu (T1 – T0) maksimum terjadi sat efek pendinginan q0 sama dengan nol. Tenaga batre (w) yang diperlukan sebagai kompensasi kehilangan daya karena efek Joulean dan counteract pembangkitan daya oleh efek Seebeck, adalah:

............................................................

6-27


Sehingga koefisien penampilan system pendingin tersebut menjadi:

............................................................

6-28

Untuk system termoelektrik yang mampu balik secara sempurna, tanpa efek Joulean dan konduksi, maka nilainya akan sama dengan COP siklus Carnot.

Nilai q0, (T1 – T0), dan COP dapat dimaksimalkan, dan nilainya diperoleh dengan menurunkan masing-masing persamaan yang berkaitan terhadap I dan menyamakan dengan nol, yaitu:

............................................................

6-29

............................................................

6-30

dimanadisebut sebagai figure of merit.

............................................................

6-31


Untuk COP maksimum, maka

............................................................

6-32


dan

............................................................

6-33

Bahan yang digunakan sebagai elemen kopel sitem pendingin termoelektrik adalah campuran bismuth, tellurium dan antimony sebagai elemen p, dan campuran bismuth, tellurium dan selenium sebagai elemen n. Nilai parameter elemen termoelektrik tipikal adalah sebagai berikut:

Daya termoelektrik a = 0.00021 volt/K
Konduktivitas termal k = 0.015 W/cm.K
Resistivitas listrik r = 0.001 ohm.cm
Contact resistance listrik r = 0.00001 ~ 0.0001 ohm.cm2

Latihan

1. Jelaskan beda penggunaan larutan LiBr-H2O terhadap larutan H2O-NH3 pada mesin pendingin absorbsi. Apakah penggunaan kedua larutan tersebut dapat saling dipertukarkan?

2. Apakah masing-masing efek berikut berpengaruh positip (meningkatkan kapasitas pendinginan) atau negatip (mengurangi kapasitas pendinginan) terhadap system pendinginan termoelektrik, berikan penjelasan singkat terhadap jawaban anda:

  • Efek Joulean
  • Efek Thomson
  • Efek Peltier
  • Efek Seebeck dan
  • Efek Konduksi

Test Formatip

1. Jelaskan sistem pendinginan termoelektrik dan menurut anda di bidang apa dapat diaplikasikan?

2. Jelaskan dengan ringkas perbedaan antara mesin pendingin jenis kompresi uap dengan mesin pendingin jenis absorbsi dari segi a) komponen-komponen utama dan fungsi dari masing-masing komponen tersebut, b) agen pendingin (refrigeran) yang digunakan.

3. Sebuah pendingin absorpsi yg menggunakan LiBr-H2O, dirancang sedemikian rupa sehingga panas yang diserap oleh evaporator (qe) = 138 kW pada suhu 5oC. Dengan suhu absorber 35oC, hitunglah:

  • Tentukan konsentrasi larutan yang melewati pompa menuju generator
  • Jika laju aliran yang melalui pompa 0.60 kg / detik, hitunglah konsentrasi keluar generator, apabila laju aliran dari generator ke absorber sebesar 0.54 kg/detik.
  • Tentukan suhu kondensor dan suhu generator yang diperlukan serta panas yang dibuang dari kondensor dan panas yang diserap di generator. (Petunjuk: hitung dahulu entalpi air keluar kondensor)
  • Tentukan COP sistem pendingin tersebut

4. Sistem pendingin absorbsi dengan pasangan refrigeran dan absorber adalah air dan larutan Li Br. Diagram sistem pendinginan adalah seperti gambar di bawah. Tentukan:

  • Diagram P-X-T (Tekanan, konsentrasi dan suhu)
  • Massa aliran tiap titik
  • Pindah panas tiap komponen sistem pendingin
  • COP sistem pendingin
  • Apa yang anda ketahui dengan sistem pendinginan absorbsi yang dilengkapi dengan Heat Exchanger?
  • Jelaskan terjadinya kristalisasi dalam sistem pendinginan absorbsi pasangan Air dan LiBr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar