Kamis, 07 Mei 2009

ABON

1. PENDAHULUAN
Abon daging merupakan makanan kering yang terbuat dari suiran-suiran daging dan bumbu-bumbu. Pembuatannya tidak sulit dan tidak mahal biayanya.
Daging direbus atau dikukus, kemudian disuir, dicampur dengan bumbu dan digoreng sampai matang menjadi bumbu.
2. BAHAN
1) Daging (10 kg)2) Bawang merah (1 kg). Sebanyak 750 gram dari bawang ini dijadikan bawang goreng.3) Bawang putih (400 gram)4) Bubuk ketumbar (50 gram)5) Lengkuas (50 gram)6) Daun salam (15 lembar)7) Sereh (7 potong)8) Gula pasir (750 gram)9) Asam jawa (50 gram)10) Santan kental (2000 ml)
3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk memotong-motong daging.2) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu sampai halus.3) Wajan. Alat ini digunakan untuk menggoreng abon.4) Pemarut. Alat ini digunakan untuk memarut kelapa.5) Peniris sentrifugal. Alat ini digunakan untuk mengeluarkan minyak dari abon panas yang baru digoreng.6) Alat press. Alat ini digunakan untuk memeras abon panas sehingga minyaknya keluar.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan siuran daging. Daging dipotong-potong kemudian direbus selama 1 jam. Setiap 1 kg daging direbus dengan ½ liter air. Setelah itu, daging disiur-siur dan ditumbuk dengan pelan-pelan sehingga berupa serat-serat halus.
2) Penyimpan bumbu dan santan.
Lengkuas dan sereh dipukul-pukul sampai memar. Bawang merah (350 gram), bawang putih dan ketumbar digiling halus, kemudian ditumis. Setelah agak harum, ditambahkan santan kental, lengkuas, asam jawa, gula, daun salam dan sereh. Pemanasan diteruskan sampai mendidih dan volume santan tinggal setengahnya. 3) Pemasakan abon
Siuran daging dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam santan mendidih.Api dikecilkan sekedar menjaga santan tetap mendidih. Pemanasan yang disertai pengadakan dilakukan sampai bahan setengah kering. Hasil yang diperoleh disebut dengan abon lembab.
Abon lembab diangkat, kemudian digoreng di dalam minyak panas (suhu 1700C) sampai garing (bila diremas berkemerisik).
3) Penirisan. Abon panas yang baru diangkat dari minyak harus segeraditiriskan. Penirisan dianjurkan dengan menggunakan alat peniris sentrifugal, alat pres ulir, atau alat res hidrolik. Setelah ditiriskan dengan alat peniris sentrifugal, atau alat pres, abon dipisah-pisah.
4) Pencampuran dengan bawang goreng. Abon yang telah ditiriskan dicampur dengan bawang goreng. Hasil yang diperoleh disebut abon daging.
5) Pengemasan. Abon daging dikemas di dalam kemasan yang tertutup rapat. Kantong plastik merupakan salah satu kemasan yang cukup baik digunakan untuk mengemas abon.

IKAN KERING

1. PENDAHULUAN
Ikan kering merupakan produk ikan yang paling mudah pembuatannya. Jeroan dan sisik ikan dibuang, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Ikan berukuran kecil bisa langsung dikeringkan.
Ikan kering mempunyai aroma yang agak berbeda dengan ikan segar. Terjadinya oksidasi lemak menyebabkan ikan kering mempunyai aroma yang khas.
2. BAHANIkan
3. PERALATAN
Pisau. Alat ini digunakan untuk membuang sisik dan jeroan, serta untuk membelah ikan yang berukuran besar. Pisau yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan terbuat dari logam stainless steel.
Sikat ikan. Alat ini digunakan untuk menyikat sisik sehingga lepas dari kulit ikan.
Talenan.Alat ini digunakan sebagai alas pada saat mengiris ikan.
Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan daging. Pengering dapat berupa alat penjemur sederhana atau berupa alat pengering yang berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang) bertenaga listrik atau bertenaga cahaya matahari.



4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
Proses pendahuluan dilakukan terhadap ikan berukuran sedang dan besar. Ikan berukuran kecil atau teri (panjang kurang dari 10 cm) tidak memerlukan proses pendahuluan. Ikan hanya perlu dicuci (jika kotor), kemudian dapat langsung dikeringkan.
Ikan berukuran sedang dan besar (panjang lebih dari 15 cm) perlu diberi proses pendahuluan, yaitu penyiangan, pembelahan, dan filleting.
2) Penyiangan
a. Mula-mula sisik disikat dari ekor mengarah ke kepala dengan sikat ikan tanpa melukai dagingnya. Kemudian dicuci, dan sisik yang tertinggal dibuang.b. Bagian di bawah insang dipotong tanpa menyebabkan kepala ikan terpotong.c. Kemudian perut ikan dibelah dari anus ke arah insang tanpa melukai eroannya.d. Perut yang sudah terbelah dibuka. Jeroan dan insang dibuang.e. Bagian dalam perut disikat dengan ujung pisau untuk membuang sisa-sisa darah.f. Setelah itu, ikan dicuci sampai bersih.
3) Pembelahan
Ikan yang dikeringkan sebaiknya dibelah agar permukaan menjadi luas sehinga waktu pengeringan lebih singkat.
Ikan ukuran sedang. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahah dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terpotong.
Ikan ukuran besar- Mula-mula ikan dibelah pada baian perut. Pembelahan dimulai dari bagian bawah insang ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggun terbelah.- Setelah itu ikan dibalik. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahan dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terpotong.
Dengan demikian terdapat dua belahan, dan permukaan ikan semakin luas, dan ikan semakin tipis. Hal ini memungkinkan ikan lebih cepat kering.
4) Filleting
Filleting adalah penyayatan daging rusuk secara membujur sehingga menghasilkan daging tanpa tulang. Filleting tidak selalu harus dilakukan. Proses ini hanya dilakukanjika produk ikan yang dikehendaki berupa sayatan yang bebas tulang.
Filleting ikan ukuran sedang
Ikan diletakkan di atas talenan. Kepala ikan menghadap ke kanan dan perut menghadap ke arah pekerja (jika pekerja bukan kidal). Bagian bawah insang diiris melintang sampai menyentuh tulang belakang.
Daging diiris dari arah sayatan tadi mengarah ke ekor. Mata pisau diusahakan menyentuh tulang belakang, tapi tidak sampai melukainya.
Ikan dibalikkan, dan prosedur b di atas diulangi. Irisan yang diperoleh disebut fillet.
Jika perlu, tulang rusuk pada fillet dapat diiris dan dibuang.
Filleting ikan ukuran besar
Ikan diletakkan di atas talenan. Perut menghadap ke atas, dan kepala mengarah ke kanan. Kepala dipotong mengikuti alur tulang rahang.
Ikan disayat dari arah kepala menuju ekor seperti gambar dibawah ini.Mata pisau harus menyentuh tulang belakang tanpa melukai tulang tersebut.
Ikan dibalik, sehingga kepala menghadap ke kiri. Kemudian dilakukan penyayatan seperti No. b diatas. Irisan daging yang diperoleh disebut fillet.
Jika perlu, tulang rusuk pada fillet dapat diiris dan dibuang.


5) Pengeringan
Pengeringan ikan ukuran kecilIkan ukuran kecil dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 7%. Selama penjemuran atau pengeringan, ikan perlu dibalik-balik sehingga pengeringan lebih cepat dan merata.
Pengeringan ikan ukuran sedang dan besar
Ikan yang telah dibelah, atau fillet dijemur di bawah sinar matahari, atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 7%.Khusus unruk ikan atau fillet yang cukup besar, pengeringan dilakukandengan berbagai cara:
Bahan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergantung.
Bahan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergeletak di atas tampah atau rak pengering.
Bahan dijepit dengan anyaman kawat tahan karat agar diperoleh produk kering yang datarnya permukaanya.
Penyimpanannya. Ikan atau fillet yang benar-benar kering dapat dikemas di dalam kantong plastik, kemudian si-seal dengan rapat.Daging yang kurang kering (kadar air di atas 8%) tidak dapat dikemas di dalam wadah yang tertutup rapat
DAGING KERING
1. PENDAHULUAN
Daging kering merupakan produk daging yang paling mudah pembuatannya. Daging disayat tipis, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Daging kering mempunyai aroma yang agak berbeda dengan daging segar terjadinya oksidasi lemak menyebabkan daging kering mempunyai aroma yang khas.
2. BAHANDaging
3. PERALATAN
Pisau. Alat ini digunakan untuk mengiris daging menjadi irisan tipis. Pisau yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan terbuat dari logam stainless steel.
Penggantung daging. Alat ini digunakan untuk menggantung daging ukuran besar yang akan diiris.
Talenan. Alat ini digunakan sebagai alas pada saat mengiris daging (kalau tidak digantung)
Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan daging. Pengering dapat berupa alat penjemur sederhana, atau berupa alat pengering yang berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang), bertenaga listrik atau bertenaga cahaya matahari.
4. CARA PEMBUATAN
Pengirisan daging. Daging diiris tipis-tipis. Sedapat mungkin pemotongan mengikuti arah jaringan otot. Ada dua cara pengirisan yaitu:
Daging digantung pada alat penggantung, kemudian diiris tipis-tipis
Daging ditempatkan di atas talenan, kemudian diiris tipis-tipis.
Irisan dapat dibuat dalam berbagai ukuran seperti:
Irisan kecil: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar 1 cm
Irisan sedang: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar antara 3~5 cm
Irisan panjang: irisan dengan panjang >5 cm dan lebar 3~5 cm
Pengeringan. Irisan dijemur dibawah sinar matahari, atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air dibawah 10%. Khusus untuk irisan panjang, pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Irisan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergantung
Irisan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergeletak diatas tampah atau rak pengering.
Irisan dijepit dengan anyaman kawat tahan karat agar diperoleh daging kering yang datar permukaannya.
Penyimpanan. Daging yang benar-benar kering dapat dikemas didalam kantong plastik, kemudian di-seal dengan rapat. Daging yang kurang kering (kadar air di atas 8%) tidak dapat dikemas didalam wadah yang tertutup rapat.

Minggu, 19 April 2009

BAKTERI ANTAGONIS

Keberadaan bakteri pembusuk pada produk hasil perikanan banyak menimbulkan kerugian. Sekitar 20 persen produk perikanan tidak dapat dimanfaatkan karena menjadi busuk. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghambat aktivitas bakteri pembusuk pada produk perikanan sudah dilakukan. Penggunaan suhu rendah berhasil mengatasi gangguan bakteri pembusuk, demikian pula dengan penggunaan teknik radiasi. Namun kedua teknik ini relatif sulit diterapkan dimasyarakat kerena membutuhkan teknologi dan biaya besar.

Penggunaan bahan kimia yang selama ini dilakukan untuk menghambat aktivitas bakteri pembusuk telah menimbulkan dampak negatif sehingga penggunaannya mulai dikurangi. Lebih parah lagi bila bahan kimia yang digunakan bukan bahan kimia untuk pangan, misalnya pestisida dan formalin. Kedua bahan kimia ini sudah digunakan secara ilegal untuk mengawetkan hasil perikanan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keberadaan bakteri pembusuk adalah menggunakan bakteri antagonis. Pengetahuan mengenai penggunaan bakteri antagonis berdasarkan prinsip fermentasi. Fermentasi mampu menghentikan proses pembusukan hasil perikanan dengan cara mengendalikan populasi mikroba pembusuk.

Bakteri antagonis adalah bakteri yang memiliki sifat berlawanan dengan bakteri pembusuk, patogen atau yang tidak diharapkan. Bakteri antagonis sering disebut sebagai bakteri menguntungkan, karena dapat digunakan untuk mencegah aktivitas bakteri pembusuk yang merugikan. Mekanisme bakteri antagonis dalam menghambat aktivitas bakteri pembusuk cukup menarik untuk diteliti.

Ada tiga mekanisme yang digunakan oleh bakteri antagonis untuk mencegah bakteri merugikan. Pertama, menimbulkan persaingan makanan sedemikian rupa sehingga bakteri pembusuk sulit mendapatkan makanan; kedua, menurunkan pH lingkungan sehingga aktivitas bakteri pembusuk terganggu dan menjadi tidak dapat bertahan hidup; dan ketiga, menghasilkan produk metabolit yang bersifat racun bagi bakeri bakteri merugikan.

Bakteri antagonis banyak jenisnya. Salah satunya, yang termasuk ke dalam kumpulan 40 jenis mikroba yang aman untuk dikonsumsi, adalah Lactobacillus plantarum. Bakteri ini termasuk kedalam keluarga Bakteri Asam Laktat (BAL) paling kuat diantara saudara-saudaranya, sehingga banyak digunakan sebagai pengawet.

Penggunaan bakteri antagonis sebagai mikroba pengawet sangat mudah. Bakteri ini dapat diperoleh dalam bentuk biakan murni atau diproduksi secara sederhana. Asinan sawi, asinan kubis, atau acar mentimun adalah sumber bakteri asam laktat. Produk tersebut sudah biasa dibuat oleh masyarakat Indonesia.

Minggu, 22 Februari 2009

RANCANG BANGUN ALAT PEMANGGANG KERUPUK KEMPLANG

abstraks:

Rancang bangun alat pemanggang kemplang dilakukan untuk mengatasi beberapa
kelemahan yang terdapat pada proses pemanggangan secara tradisional. Rancangan ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan rancangan teknik dan rancangan fungsional.
Rancangan teknik dalam hal ini meliputi pemilihan bahan yang digunakan, ukuran alat,
dan bentuk alat. Rancangan fungsional meliputi fungsi dari masing masing bagian alat
yang akan menentukan kinerja alat secara menyeluruh.

BAB I
PENDAHULUAN

Kerupuk kemplang merupakan makanan tradisional yang populer di daerah
Sumatera, khususnya di Palembang. Produk kerupuk kemplang terbuat dari daging ikan,
garam, tepung tapioka dan bumbu, yang dicampur dalam bentuk adonan dan diiris dengan
ketebalan 2 sampai 3 mm. Pembuatan kemplang biasanya dilakukan dengan cara digoreng
dan dipanggang (Mohamed, 1998). Kemplang panggang sangat sesuai bagi konsumen
yang mempunyai pantangan terhadap makanan berminyak (Romlah dan Tri Wardani,
1999).

Permintaan akan produk krupuk kemplang panggang terus meningkat tiap tahun.
Akan tetapi pengrajin kecil belum dapat memenuhi peningkatan permintaan tersebut
karena masih menggunakan cara tradisional, yaitu proses pemanggangan dilakukan secara
manual di atas bara api arang kayu yang memerlukan waktu yang lama dan hasil yang
tidak seragam serta kurang higienis.

Dalam rangka memenuhi peningkatan permintaan jumlah dan mutu kerupuk
kemplang panggang sesuai yang diperlukan oleh konsumen, perlu dilakukan beberapa
usaha perbaikan proses untuk meningkatkan hasil dan mutu kerupuk kemplang panggang
tersebut. Salah satu kelemahan pada proses pengolahan kemplang panggang secara
tradisional adalah pada proses pemanggangan dilakukan secara manual di atas bara api
arang kayu yang memerlukan waktu yang lama dan hasil yang tidak seragam serta kurang
higienis. Oleh sebab itu usaha perbaikan proses pemanggangan kerupuk kemplang
panggang perlu diteliti dalam rangka meningkatkan jumlah dan mutu kerupuk kempnag
panggang.

Hasil produk kerupuk kemplang panggang oleh pengrajin tradisional di Sumatera
Selatan pada umumnya tidak seragam yang berhubungan dengan ukuran, warna,
kerenyahan, mutu dan higienis. Selain itu jumlah produk yang dihasilkan juga masih
terbatas karena dilakukan secara manual yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah
besar.
Salah satu penyebab dari hal tersebut adalah karena proses pemanggangan kerupuk
kemplang dilakukan secara manual di atas bara api arang kayu. Dengan cara ini panas
yang disalurkan ke kerupuk kemplang tidak merata, sehingga menyebabkan warna produk
yang tidak seragam. Selanjutnya banyak energi panas yang terbuang selama
pemanggangan sehingga menghasilkan efisiensi pemanggangan yang rendah. Selain itu
proses tersebut memerlukan waktu yang lama untuk pemanggangan karena produk harus
dibolak balik. Pada sisi lain lingkungan pemanggangan yang terbuka akan menyebabkan
hasil poduk kerupuk kemplang yang kurang higienis. Secara keseluruhan hal tersebut
menghasilkan produk kerupuk kemplang panggang dalam jumlah sedikit, mutu yang
kurang baik serta biaya proses pemanggangan yang mahal.

Sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah produk kerupuk kemplang panggang,
meingkatkan mutu produk kerupuk kemplang panggang, serta mengurangi biaya yang
diperlukan pada proses pemanggangan, maka perlu dilakukan penelitian pada proses
pengolahan kerupuk kemplang, terutama pada proses pemanggangan kerupuk kemplang
panggang, sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah dan mutu produk kerupuk
kemplang panggang, serta mengurangi biaya yang diperlukan pada proses pemanggangan.
Proses pemanggangan yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan alat
pemanggangan yang dirancang secara terkendali, bersifat sederhana, efektif, mempunyai
kapasitas kerja yang tinggi serta dengan biaya yang layak, sehingga diharapkan dapat
digunakan oleh pengrajin kerupuk kemplang panggang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kerupuk kemplang ikan merupakan salah satu jenis makanan ringan yang banyak
digemari oleh masyarakat pada umumnya. Menurut Anonim (1990), kemplang ikan adalah
makanan kering yang terbuat dari tepung tapioka, daging ikan, air, garam, dan bahan
tambahan lain yang diijinkan. Kemplang termasuk lauk pauk yang mempunyai nilai gizi
yang tinggi.

Menurut bentuk dan cara pembuatannya, kemplang ikan Palembang dibedakan
menjadi kemplang goreng dan kemplang panggang (Ilyas, 1993). Secara umum proses
pembuatan kemplang adalah sebagai berikut. Pertama kali, kulit, kepala, dan isi perut ikan
dipisahkan dan dibersihkan sehingga diperoleh daging ikan yang bersih. Selanjutnya
daging ikan digiling, dicampur dengan larutan garam hingga homogen, ditambah tepung
tapioka sedikit demi sedikit sehingga menjadi adonan yang siap dibentuk kelesan dengan
bentuk gelondongan. Setelah itu kelesan direbus dalam air mendidih hingga matang serta
dikeringanginkan dan selanjutnya dilakukan pengirisan dengan ketebalan 2 sampai 3 mm.
Selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari, kemudian digoreng pada
suhu 1700C sampai 2500C hingga mengembang. Selain dengan cara penggorengan,
pengrajin juga biasa mengolah kemplang dengan cara pemanggangan.

Pembuatan kemplang tergolong sebagai industri rumah tangga yang tradisional.
Industri kemplang di Sumatera Selatan belum dapat berkembang dengan baik karena
terdapat beberapa hambatan teknis seperti peralatan yang masih sederhana, serta faktor
lain seperti permodalan dan keterbatasan sumber daya manusia.
Masalah yang sering dihadapi oleh pengrajin kemplang panggang adalah proses
pengolahan akhir kemplang berupa pemanggangan. Menurut Romlah dan Widowati
(2000), sampai saat ini pemanggangan kemplang dilakukan oleh pengrajin satu demi satu.

Pemanggangan kerupuk kemplang dilakukan secara manual di atas bara api arang kayu.
Dengan cara ini panas yang disalurkan ke kerupuk kemplang tidak merata, sehingga
menyebabkan warna produk yang tidak seragam. Selanjutnya banyak energi panas yang
terbuang selama pemanggangan sehingga menghasilkan efisiensi pemanggangan yang
rendah. Selain itu proses tersebut memerlukan waktu yang lama untuk pemanggangan
karena produk harus dibolak balik. Pada sisi lain lingkungan pemanggangan yang terbuka
akan menyebabkan hasil poduk kerupuk kemplang yang kurang higienis. Sering terjadi
hangus atau bantat, serta cara tersebut tidak bisa menghasilkan produk bermutu dalam
skala besar.

Rancang bangun alat pemanggang kemplang dilakukan untuk mengatasi beberapa
kelemahan yang terdapat pada proses pemanggangan secara tradisional. Rancangan ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan rancangan teknik dan rancangan fungsional.
Rancangan teknik dalam hal ini meliputi pemilihan bahan yang digunakan, ukuran alat,
dan bentuk alat. Rancangan fungsional meliputi fungsi dari masing masing bagian alat
yang akan menentukan kinerja alat secara menyeluruh. Rancangan fungsional meliputi
tabung gas elpji beserta kelengkapannya sebagai sumber panas, saluran pipa pemanasan,
ruang pemanasan berupa lempeng gipsum untuk pemanggangan, ban berjalan untuk
menyalurkan produk dari hopper input ke ruang pemanggangan, bak penampung produk
kemplang panggang, motor listrik sebagai sumber energi penggerak ban berjalan, reducer
dan sistem pulley serta sabuk untuk mengatur kecepatan ban berjalan, thermometer
sebagai pencatat suhu pemanggangan, kerangka alat dan ruang pemanggangan, bearing
(laker) sebagai penerus tenaga, serta beberapa alat bantu lainnya. Variabel yang digunakan
pada rancang bangun alat pemangangan kerupuk kemplang meliputi kecepatan ban
berjalan, suhu pemanggangan, lama pemanggangan, kebutuhan bahan bakar gas elpiji, dan
kebutuhan tenaga listrik.

Pembenihan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Balai Benih Ikan Lokal Sungailiat

Abstract :
Ikan Lele Dumbo merupakan species baru yang diperkenalkan pada tahun 1984. Lele bertubuh bongsor ini adalah hasil persilangan antara induk betina lele asli Taiwan dan induk pejantan yang berasal dari Afrika. Lele ini masuk ke Indonesia pertama kali pada tahun 1986, yang di impor dari Taiwan melalui Bandara Soekarno – Hatta. Karena memiliki berbagai kelebihan, lele dumbo termasuk ikan yang paling mudah diterima masyarakat. Kelebihan tersebut diantaranya pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak, dan kandungan gizinya cukup tinggi. Bila di budidayakan, lele bisa menjadi sumber pendapatan keluarga dan penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Tujuan dari magang ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara dan tahapan dalam proses pemijahan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di BBI Lokal Sungailiat, Bangka, menghitung persentase penetasan (HP), kelangsungan hidup (SR) ikan lele dumbo, menambah keterampilan dan pengalaman dalam kegiatan budidaya serta menerapkan ilmu yang dipelajari di kampus dengan kegiatan di lapangan. Induk yang digunakan oleh Balai Benih Ikan Lokal Sungailiat adalah hasil pembesaran petani dari Desa Kemuja Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka yang dipelihara 1-2 tahun. Kolam lele Dumbo dipelihara pada kolam semen berdasar tanah berukuran 32 m2 dengan kedalaman air rata-rata 0,5 m yang dilengkapi saluran inlet dan saluran outlet. Setiap hari diberi pakan pelet terapung dengan kandungan protein 16-19 % sebanyak 3 % dari bobot tubuhnya, dan pakan tambahan berupa usus ayam secara ad libitum. Induk yang digunakan memiliki berat 1-1,5 kg/ekor dan telah mencapai umur 1 tahun. Menjelang pemijahan dilakukan penyeleksian induk yang dilakukan di pagi hari. Penyeleksian dilakukan secara massal. Pemijahan dilakukan secara semi buatan dengan penyuntikan hormon ovaprim dengan dosis 0,2 ml/kg dan proses ovulasi (pengeluaran telur) terjadi secara alami. Induk yang digunakan sepasang (1:1) dengan bobot induk jantan 1,5 kg/ekor dan bobot induk betina 1 kg/ekor. Penyuntikan dilakukan 1 kali secara intra muscular. Proses pemijahan terjadi malam hari setelah 8-9 jam dari penyuntikan dengan ditandai melekatnya telur-telur pada kakaban. Bak pemijahan yang digunakan berukuran 2,7x1,6x1 m3 1 buah. Jumlah telur yang dihasilkan 152.100 butir per kg induk. Setelah berumur 4 hari benih dipindahkan ke dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm3 dengan tinggi air 15 cm dan pemasangan aerasi dengan kepadatan 1000 ekor/akuarium dimana jumlah akuarium 10 buah. Pakan yang diberikan pada pemeliharan benih di akuariun adalah nauplii Artemia sp secara ad libitum, yaitu tanpa takaran tertentu dengan pengontrolan dan pemberian 4 kali sehari. Pemeliharan benih di akuarium sampai benih berumur 14 hari. Adapun SR selama pemeliharaan di akuarium sebesar 80%. Dosis pengapuran 50-100 g/m2, kemudian bak di isi air setinggi 30 cm dan pemupukan dengan dosis 500-1000 g/m2. Penebaran benih dilakukan pada pagi hari yaitu pada saat suhu udara rendah. Pemberian pakan tambahan setelah 3 hari penebaran berupa pelet udang berbentuk tepung dengan kandungan protein 40% secara ad libitum 4 kali sehari. Setelah masa pemeliharaan 2 minggu di bak dan dilakukan pemanenan pada sore hari dengan membuka saluran outlet yang dipasang saringan untuk mencegah ikan lolos. adapun SR selama pemeliharaan di bak deder yaitu bak 1 = 55,125%, bak 2 = 54,725%. Selama kegiatan magang berlangsung tidak ditemukan adanya penyakit yang menyerang ikan lele dumbo. Penyakit yang sering menyerang ikan lele adalah white spot, Lernea sp. Ikan lele yang sehat harus segera dipisahkan dari lele yang terinfeksi penyakit tersebut. Lele yang terserang penyakit white spot direndam dalam larutan formalin 25 ml/m3 air selama 12-24 jam. Sementara itu, lele yang terserang Lernea sp direndam dalam larutan garam atau NaCl 20 g/l selama 5 menit. Perendaman ini diulangi 2-3 kali. Pengepakan benih ikan lele dumbo dengan cara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 50cm x 30cm dirangkap dengan mengikat kedua ujungnya dengan karet gelang. Lalu diisi air ¼ bagian, masukkan benih sambil dihitung, pengisian oksigen ½ bagian dan kantong plastik diikat dengan karet gelang. Pengangkutan benih dilakukan dengan kendaraan roda empat atau roda dua dengan biaya transportasi ditanggung pembeli. Pemasaran benih, petani mendatangi langsung balai. Ukuran benih lele dumbo di Balai Benih Ikan Lokal Sungailiat yang dipasarkan adalah 3-4 cm dan 5-6 cm. Untuk ukuran benih 3-4 cm memiliki harga per ekor sebesar Rp. 250,00, sedangkan ukuran benih 5-6 cm memiliki harga per ekor sebesar Rp. 300,00. Adapun syarat benih yang dipasarkan oleh BBI Lokal Sungailiat yaitu sehat, lincah, dan tidak cacat.

Senin, 16 Februari 2009

Bandeng Tandu, Produk Andalan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Bandeng (Chanos chanos sp) merupakan jenis ikan yang memiliki cita rasa khas dan dikenal masyarakat luas. Sidoarjo merupakan basis produksi Bandeng dengan beragam produk olahan seperti bandeng asap, bandeng presto dan lainnya. Jenis olahan dari bahan baku ikan bandeng yang sudah ada cenderung menjadi bahan makanan klasik yang tingkat konsumsinya relatif rendah pada strata konsumen fanatik, sedangkan pola konsumsi masyarakat saat ini cenderung lebih menyukai makanan bersifat instan dan siap saji sekalipun pada golongan menengah ke bawah.

Salah satu faktor yang membatasi peningkatan konsumsi ikan bandeng adalah struktur tubuh dengan banyak duri halus yang mengganggu preferensi konsumen khususnya pada strata remaja dan anak-anak . Untuk menghilangkan faktor pembatas duri halus tersebut, telah tersedia teknologi tepat guna yang sederhana melalui pengkajian letak serta struktur duri dan menghilangkannya dengan cara mencabut kemudian disosialisasikan dengan nama Bandeng Tandu alias Bandeng Tanpa Duri dengan berbagai variasi olahannya yang dapat disajikan secara instan dan siap saji. Produk Bandeng Tanpa Duri merupakan salah satu produk olahan ikan bandeng yang dihasilkan oleh Akademi Perikanan Sidoarjo.

Melalui upaya-upaya peningkatan konsumsi ikan bandeng seperti disebutkan di atas diharapkan dapat menjadi motivasi bagi produksi ikan bandeng yang tentu saja akan diikuti pula dengan peningkatan kesejahteraan nelayan pada umumnya dan petani tambak pada khususnya.

Hasil kajian pasar terhadap produk Bandeng Tandu yang dikembangkan oleh Akademi Perikanan Sidoarjo ini mendapat respon positif dari masyarakat berbagai kalangan. Hasil penelitian dengan menggunakan studi survei pada awal peluncuran menunjukkan bahwa produk ini dapat diterima dan diminati oleh masyarakat. Dari kuisoner yang disebarkan, sebanyak 385 responden menyatakan tertarik dan berminat untuk mengonsumsi Bandeng Tandu. Sebanyak 80% menyatakan berminat dan berniat untuk membell, sedangkan 20% diantaranya hanya menanggapi biasa-biasa saja. Setelah beberapa tahun berjalan, terbukti bahwa produk andalan dari Akademi Perikanan Sidoarjo ini telah mendapat tempat di hati masyarakat dengan adanya show case produk ini di pertokoan dan hotel-hotel di daerah Sidoarjo maupun Surabaya. Ini berarti Bandeng Tandu mulai dikenal dan menjadi alternatif oleh-oleh khas Sidoarjo selain Bandeng Asap dan Bandeng Presto.

Untuk menghasilkan bandeng tanpa duri, pertama bandeng dibelah secara butterfly (membentuk kupu-kupu), kemudian semua isi perut dan insang dikeluarkan. Selanjutnya dideteksi letak duri dalam daging bandeng dengan cara meraba dengan jari. Sisi kiri dan kanan punggung Bandeng terdapat 42 duri, sedangkan dari punggung ke bawah ekor ada 12 dan 16 duri.

Bandeng Tandu kemudian diolah dengan bumbu dan tepung sehingga menyerupai Ayam Goreng Crispy. Penyajiannya pun hampir menyerupai makanan cepat saji lengkap dengan sambal dan saos tomat yang dipacking dalam boks sterefoam.

Semakin meningkatnya permintaan konsumen, mendorong Akademi Perikanan Sidoarjo meningkatkan bentuk-bentuk pelatihan pengolahan Bandeng Tandu sehingga mampu membuka lapangan usaha baru. Kegiatan pelatihan dilakukan secara berkesinambungan sehingga mampu memenuhi permintaan pasar akan Bandeng Tandu dan memberikan kontribusi kepada para petani nelayan atau pengolah hasil perikanan

Bakteria Salmonella

Bakteria Salmonella.
Dipetik daripada http://www.geocities.com/Baja/Cliffs/1326/mis_pakar.htm

Organisma ini pula merupakan di antara punca utama cirit-birit berasaskan makanan di negara-negara Barat, selain dari Campylobacter. Seperti Escherichia coli, bakteria Salmonella juga terbahagi kepada beberapa jenis berdasarkan perbezaan pada dinding sel dan antigen flagellanya.

Kesemua jenis Salmonella, kecuali S. typhi dan S. paratyphi, telah dijumpai pada manusia dan binatang, dan kebanyakan punca penyakit ini adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar, terutamanya daging dan produk susu. Infeksi Salmonella turut berlaku di antara sesama manusia, dan boleh menyebabkan penyakit ini merebak kepada mereka yang berada berdekatan dengan pesakit.

Cirit-birit merupakan simptom utama penyakit ini, dan kesan ini dihasilkan melalui pencerobohan bakteria ke atas sel-sel epitelial usus kecil. Pencerobohan organisma ini memulakan proses inflamasi, yang kemudiannya menyebabkan kehilangan cecair melalui cirit-birit. Salmonella didapati tidak menghasilkan apa jua toksin, walaupun ia mungkin merebak ke bahagian tubuh lain pada sesetengah pesakit, terutamanya kanak-kanak, pengidap AIDs dan pesakit kanser. Jika keadaan ini berlaku, organisma ini mungkin mampu menyebabkan pneumonia atau meningitis.

Simptom cirit-birit yang terhasil oleh kebanyakan jenis bakteria Salmonella selalunya akan pulih dengan sendirinya, walaupun simptom ini mungkin menjadi parah pada kanak-kanak dan mereka yang lanjut usia. Simptom muntah pula adalah jarang berlaku, dan rawatan selalunya tidak diperlukan. Penggantian cecair tubuh mungkin diperlukan untuk mereka yang menghadapai cirit-birit yang teruk. Penggunaan antibiotik pula seharusnya dihadkan kepada pesakit yang menunjukkan simptom septicaemia sahaja. Ini adalah kerana penggunaannya tidak akan mengurangkan simptom atau mempercepatkan proses pemulihan. Tambahan pula, ada kajian menunjukkan penggunaan antibiotik mungkin melanjutkan tempoh penghasilan bakteria di dalam najis.

Proses penghapusan bakteria Salmonella adalah agak sukar memandangkan tahap simpanan (reservoir) yang tinggi pada haiwan. Maka proses kawalan tertumpu bukan untuk penghapusan, tetapi untuk menghalang organisma ini dari merebak di antara haiwan dan manusia. Usaha-usaha yang harus dilaksanakan termasuklah seperti penekanan terhadap tahap kebersihan masyarakat yang sempurna (bekalan air bersih dan pembetungan yang baik), dan juga program pendidikan mengenai kepentingan penyediaan makanan yang bersih.

STAPHYLOCOCCUS


Genus paling penting dalam famili Micrococcaceae; anerob fakultatif, tidak motil. Staphylococcus menyebabkan sebahagian besar dari infeksi bernanah (suppurative diseases). Nombor kedua selepas E.coli dalam menyebabkan infeksi nosokomial. Boleh menyebabkan penyakit pada kulit ataupun menyerang mana-mana bahagian tisu atau tubuh. Kebanyakan infeksi berlaku pada hos yang mempunyai sistem keimunan terkompromi. Pesakit-pesakit di hospital biasanya lebih rentan kepada Staphylococcus. Strain-strain membentuk keresistanan terhadap penisilin, metisilin.

Terdapat lebih dari 20 spesies tetapi 3 spesies penting dalam perubatan:

  1. S. aureus - paling patogenik antara 3 spesies.
  2. S. epidermidis - menyebabkan infeksi nosokomial
  3. S. saprophyticus - infeksi pada saluran urin.

Ketiga-tiga spesies boleh menyebabkan infeksi bernanah tetapi S. aureus yang paling penting. Antara infeksi-infeksi yang boleh disebabkan oleh Staphylococcus termasuk endokarditis, pneumonia (radang paru-paru), osteomyelitis, meningitis dan infeksi bernanah pada permukaan tubuh atau tisu-tisu dalam tubuh. Selain itu, Staphylococcus juga terlibat dalam 2 toksikosis iaitu: a) keracunan makanan, dan b) penyakit kulit melecur (exfoliative skin disease).

S.aureus pada coretan nanah

S. aureus

Dibezakan dari spesies-spesies lain berdasarkan fermentasi karbohidrat, penghasilan koagulase, endonuklease stabil haba dan toksin. S. aureus adalah positif untuk koagulase dan toksin a. Spesies-spesies lain tidak menghasilkan kedua-dua faktor ini. Koagulase menyebabkan pembekuan plasma. S. aureus merupakan suatu spesies yang agak resistan walaupun tidak menghasilkan spora, dan toleran terhadap garam dan boleh hidup dalam medium yang mengandungi 7.5% - 10% NaCl. Keresistanan terhadap antibiotik lazimnya dikodkan oleh plasmid. Pada masa ini 60 - 90 % S. aureus adalah resistan kepada penisilin kerana menghasilkan penicillinase (b lactamase).

Terdapat 3 antigen struktur utama:

· Kapsul - terdapat sebilangan S. aureus yang menghasilkan kapsul dan adalah lebih virulen. Spesies yang mempunyai kapsul lazimnya tidak mempunyai koagulase terikat (bound coagulase; clumping factor).

· Polisakarida A - Antigen karbohidrat spesifik untuk sesuatu spesies Staphylococcus yang terdiri dari asid teikoik.

· Protein A - Antigen ini merupakan struktur utama dinding sel S. aureus. Boleh mengaruh penghasilan antibodi, mempunyai fungsi anti-fagositosis; berinteraksi dengan IgG; kesan-kesan: kemotaktik, anti-pelengkap, anti-fagositosis, merosakkan platlet, menghasilkan tindak balas kehiperpekaan. Asid teikoik yang terdapat bersama Protein A dalam peptidoglikan dinding sel membantu perlekatan ke permukaan membran mukosa.

Faktor-faktor kevirulenan:

Kepatogenan S. aureus bergantung kepada beberapa faktor dan tidak ada suatu faktor khusus yang menentukan kevirulenan:

1. Kapsul dan antigen permukaan yang mempunyai fungsi anti-fagositosis. Polisakarida permukaan juga berperanan dalam pengkolonian sesetengah spesies.

2. Enzim-enzim luarsel:

o Koagulase - 2 jenis (bebas dan terikat); penghasilan koagulase bebas digunakan untuk membezakan strain-strain yang patogen dari strain-strain yang tidak patogen. Koagulase bebas akan menyebabkan pembekuan plasma dan penghasilannya dikaitkan dengan kevirulenan S. aureus. Koagulase mengaruh pembentukan fibrin daripada fibrinogen yang merencat pergerakan sel fagosit.

o Hialuronidase - lebih dari 90% S. aureus menghasilkan hialuronidase, enzim ini menghidrolisis asid hialuronik dan memudahkan penyebaran infeksi.

o Stafilokinase - pengaktif plasminogen; enzim proteolitik yang boleh memecahkan fibrin (bekuan darah).

o Nuklease - lebih dari 90% S. aureus patogen manusia menghasilkan nuklease stabil haba.

o Katalase - menyahaktifkan hidrogen peroksida dan memungkinkan kemandirian dalam sel.

o b-laktamase - menyebabkan keresistanan terhadap penisilin

  1. Toksin-toksin:

o Hemolisin a - aktiviti hemolisin, maut, dermonekrosis; boleh memusnahkan platlet dan monosit; menyebabkan pembebasan sitokina yang merangsang bahantara yang terlibat dalam keradangan.

o Leukosidin (P-V leucocidin) - dihasilkan oleh kebanyakan spesies yang patogen; memusnahkan PMN dan makrofaj, meningkatkan ketelapan PMN; terdiri dari 2 komponen (F dan S) yang bertindak secara sinergi dan menyebabkan sitolisis). Mempunyai aktiviti hemolisis, dermonekrosis, maut; penting dalam pemusnahan tisu; memecahkan lisozom.

o Eksfoliatin (toksin epidermolisis) - mempunyai kesan ke atas kulit, stabil haba; dihasilkan oleh S. aureus Phage Group II, 3 - 5% S. aureus adalah positif dan menyebabkan exfoliative skin disease. Menyebabkan sindrom kulit melecur; 2 jenis serologi (serological types) iaitu,

      • ETA - gen pada kromosom
      • ETB - gen pada plasmid

Bersaiz lebih kurang 30 kD; menyebabkan lisis bahan antara sel tetapi tidak menyebabkan gerak balas keradangan dan mod tindakan primernya tidak menyebabkan kematian sel.

o Enterotoksin - stabil haba; lebih dari 1/3 spesies-spesies S. aureus yang positif untuk koagulase menghasilkan enterotoksin yang boleh menyebabkan keracunan makanan dalam manusia; 7 jenis (A, B, C1, C2, C, D, E); keracunan makanan disebabkan oleh kemasukan toksin terbentuk (preformed toxin). Menyebabkan diarea dan muntah (emesis), jenis A adalah yang paling kerap dikesan, bersaiz 28 - 35 kD.

o Toksin sindrom kejutan toksik (TSST-1 toxin) - bersaiz 24 kD; menyebabkan hipotensi, kenaikan suhu, kemerahan seperti demam skarlet; melibatkan banyak sistem; sindrom ini mungkin melibatkan lebih dari 1 toksin.

Enterotoksin dan TSST-1 yang dihasilkan S. aureus mempunyai aktiviti superantigen. Superantigen boleh merangsang sel T secara tak spesifik dan mengaktifkan bilangan sel T yang tinggi (1 dari 5). Pengaktifan ini akan menyebabkan pembebasan banyak sitokin yang menghasilkan simptom-simptom sindrom kejutan toksik. Majoriti kes sindrom kejutan toksik melibatkan TTST-1. Enterotoksin juga boleh menyebabkan simptom-simptom yang sama tetapi tanpa emesis.

Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh S. aureus:

S. aureus menyebabkan pelbagai infeksi bernanah (suppurative diseases) dan toksinosis. Infeksi-infeksi ini boleh dikategorikan seperti berikut:

  • Infeksi setempat
  • Infeksi yang melalui saluran darah
  • Keracunan makanan

Ciri utama penyakit yang disebabkan oleh S. aureus ialah penghasilan abses (circumscribed accumulation of pus) dan nanah (suppuration) terutamanya dalam infeksi pada kulit. Infeksi pada kulit yang paling kerap ialah pada folikel rambut.

Abses pada pipi

1. Infeksi saluran pernafasan: pneumonia yang disebabkan oleh S. aureus jarang berlaku kecuali jika berlaku epidemik influenza tetapi apabila berlaku ia merupakan suatu infeksi yang serius kerana infeksi oleh S. aureus membawa kepada abses dan pemusnahan sel-sel parenkima paru-paru, kadar mortaliti yang tinggi (melebihi 50%).

2. Osteomielitis - infeksi tulang yang sedang terbentuk, kerap berlaku pada kanak-kanak di bawah 12 tahun.

3. Enterokolitis akut - biasanya berlaku dalam pesakit yang menerima dadah berbanjaran luas yang mengganggu keseimbangan populasi mikroorganisma normal dalam usus; simptom-simptom: kekejangan abdomen, diarea, demam; boleh membawa maut.

4. Keracunan makanan - disebabkan oleh memakan makanan yang mengandungi toksin terbentuk, simptom-simptom terbit 2 - 6 jam selepas memakan makanan beracun; tanda-tanda termasuk kekejangan yang teruk, diarea, loya, muntah; pesakit biasanya sembuh dalam masa 24 jam; maut boleh berlaku tetapi jarang-jarang kecuali dalam bayi dan orang tua; enterotoksin ini adalah stabil haba (100°C, 30 min), oleh itu penting menyimpan makanan pada 4°C sebelum dimasak.

5. Penyakit kulit melecur (exfoliative skin disease, scalded skin syndrome) - disebabkan oleh eksfoliatin, biasanya berlaku pada bayi dan kanak-kanak, boleh pulih kerana sindrom ini hanya melibatkan lapisan luar kulit dan masih ada lapisan epidermis yang tinggal untuk mengelakkan kehilangan cecair tubuh ataupun infeksi kulit dalam.

Sindrom kulit melecur

6. Sindrom kejutan toksik (toxic shock sindrome) - disebabkan oleh strain-strain yang menghasilkan toksin sindrom kejutan toksik-1 (TSST-1; 24 kD). Ini ialah sejenis penyakit yang melibatkan banyak sistem dan organ dan lazimnya berlaku pada wanita (tetapi tidak terhad kepada wanita) yang menggunakan tampon . Ciri-ciri klinik termasuk demam, hipotensi, diarea, konjunktivitis dan kemerahan (rash).

Diagnosis Infeksi S. aureus:

Untuk mengenalpasti S. aureus pencilan yang didapati dari infeksi mestilah dibezakan dari bakteria Gram positif lain. Ia boleh dikenalpasti berdasarkan penghasilan pigmen, hemolisis, fermentasi manitol, pertumbuhan pada kepekatan NaCl yang tinggi dan yang penting sekali ialah penghasilan koagulase bebas. Ujian koagulase bebas dilakukan dengan mencampurkan 0.1 ml supernatan kaldu pertumbuhan dengan plasma arnab dan dieram pada 37°C; strain yang positif biasa menghasilkan bekuan dalam masa 1 - 4 jam tetapi eraman dilakukan sehingga 24 jam untuk memastikan sesuatu strain itu benar-benar negatif. Untuk menguji kehadiran enterotoksin dalam makanan dalam kes-kes keracunan makanan, kaedah-kaedah imunologi boleh digunakan.

Terapi/rawatan:

Rawatan yang paling berkesan untuk infeksi Staphylococcus yang terhad ialah pembersihan tempat berlaku infeksi. Agen-agen antibakteria adalah berkesan untuk mengawal sebaran organisma dari abses. Ujian kepekaan antibiotik perlu dilakukan. Masalah terapi antibiotik ialah terdapat keresistanan terhadap dadah. Strain-strain yang menghasilkan penicillinase biasanya peka terhadap derivatif separa sintetik. Oleh itu sehingga kepekaan antibiotiknya diketahui pesakit haruslah dirawat dengan agen-agen tersebut (methicillin, oxacillin) atau cephalosporin. Infeksi Staphylococcus yang serius seperti endokarditis bakteria, pneumonia memerlukan dos dadah yang lebih dan diberi lebih lama.

Staphylococcus aureus

Nama organisma

Staphylococcus aureus

Ciri-ciri

Berbentuk sfera , Bakteria Gram Positif

Tempoh Inkubasi

1-6 jam

Nama penyakit

Keracunan Makanan "Staphylococcal"

Simptom

Muntah , kekejangan perut , cirit birit

Jenis Makanan

Hasilan daging , ayam mentah , telur , kentang dan salad.

Populasi berisiko

Semua golongan berisiko

Langkah pencegahan

Makanan Sejukbeku , penggunaan sanitasi yang betul.

Kaedah Analisis Makanan

Kaedah "Australian Standard Food Microbiology " ( AS 1766.2.4-1994 )

Salmonella spp

Nama organisma

Salmonella spp

Ciri-ciri

Bentuk rod , tidak membentuk spora , Bakteria Gram Negatif

Tempoh Inkubasi

12 - 24 jam

Nama penyakit

  • Bakteria Salmonella typi menyebabkan "septecemic".
  • Salmonellosis

Simptom

Muntah , cirit birit , demam , sakit kepala , sakit badan , kesejukan

Jenis Makanan

daging mentah ,ayam mentah , telur , produk tenusu , ikan, sos , kelapa , mentega kacang.

Populasi berisiko

Semua peringkat umur , tetapi kebanyakannya daripada golongan tua dan bayi yang menyusu.

Langkah pencegahan

  • masak sehingga suhu yang mencukupi
  • elak daripada berlaku pencemaran silang

STAPHYLOCCUS AUREUS


Nama organisma

Staphylococcus aureus

Ciri-ciri

Berbentuk sfera , Bakteria Gram Positif

Tempoh Inkubasi

1-6 jam

Nama penyakit

Keracunan Makanan "Staphylococcal"

Simptom

Muntah , kekejangan perut , cirit birit

Jenis Makanan

Hasilan daging , ayam mentah , telur , kentang dan salad

Populasi berisiko

Semua golongan berisiko

Langkah pencegahan

Makanan Sejukbeku , penggunaan sanitasi yang betul.

Kaedah Analisis Makanan

Kaedah "Australian Standard Food Microbiology " ( AS 1766.2.4-1994 )






Ukuran dan Bentuk Bakteri

1)

Ukuran Bakteri
Bakteri merupakan organisme mikroskopis rata-rata berdiameter 1,25 mikrometer (μm). (mikrometer = 1/1000000 meter). Bakteri yang terkecil adalah Dialister pneumosintes dengan panjang tubuh 0,15 – 0,30 μm, sedangkan bakteri terbesar adalah Spirillum voluntans, panjang tubuh 13 – 15 μm.
Ukuran bakteri adalah mikroskopis artinya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri aktif bergerak pada kondisi lembab. Pada keadaan kekurangan air, bakteri akan tidak aktif bahkan dapat menyebabkan kematian.

2)

Bentuk Bakteri
Ada 3 macam bentuk bakteri sebagai berikut :

a)

Bentuk batang (Basil)
Bakteri bentuk batang dikenal sebagai basil (berasal dari kata bacillus yang berarti batang). Bentuk ini dapat dibedakan:

*


*
*

Basil tunggal, bakteri yang hanya berbentuk satu batang tunggal. Contoh: Salmonella typhosa penyebab penyakit tipus, Escherichiacoli bakteri yang terdapat pada usus dan Lactobacillus.
Diplobasil yaitu bakteri berbentuk basil yang bergandengan dua-dua
Streptobasil yaitu bakteri berbentuk basil yang bergandengan memanjang berbetuk rantai, misal Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks, Streptpbacillus moniliformis, Azotobacter, bakteri pengikat nitrogen.



Gambar 1. Bermacam-macam bentuk bakteri

b)

Bentuk Bulat (Kokus)
Bakteri berbentuk bulat (bola) atau kokus dapat dibedakan:

*

*


*

*



*

Monokokus yaitu bakteri berbentuk bola tunggal, misal Monococcus gonorhoe penyebab penyakit kencing nanah.
Diplokokus yaitu bakteri berbentuk bola bergandengan dua-dua, misal Diplococcus pneumoniae penyebab penyakit pneumonia (radang, paru-paru).
Sarcina yaitu bakteri berbentuk bola yang berkelompok empat-empat membentuk kubus, misal Sarcina luten.
Streptokokus yaitu bakteri berbentuk bola yang berkelompok memanjang berbentuk rantai, misal Streptococcus lactis, Streptococcus pyogenes penyebab sakit tenggorokan dan Streptococcus thermophilis untuk pembuatan yoghurt (susu asam).
Stafilokokus yaitu bakteri berbentuk bola yang berkoloni seperti buah anggur, misal Stafilokokus aureus, penyebab penyakit radang paru-paru.

Kokus Gram positif dalam rangkaian, kebanyakan spesies adalah anerob fakultatif, sesetengah adalah anerob obligat; spesies yang virulen mungkin menghasilkan kapsul yang terdiri dari asid hialuronik dan protein M; habitat primernya ialah saluran pernafasan atas (rongga hidung dan farinks).

Antara infeksi-infeksi yang disebabkan pada manusia termasuklah demam skarlet, faringitis, impetigo, selulitis, demam reumatik dll.

Streptococcus dikelaskan berdasarkan morfologi koloni, tindak balas biokimia, kespesifikan serologi dan corak hemolisis atas agar darah. Pengkelasan kepada kumpulan serologi adalah berdasarkan perpezaan kandungan karbohidrat dinding sel (kumpulan A - V) atau kapsul polisakarida stretococcus kumpulan B. Ia dibahagikan kepada 3 kumpulan berdasarkan corak hemolisis: a, b, g:

a) Kumpulan hemolisis a - kebanyakannya terdiri dari kumpulan "viridans" iaitu Streptococcus hemolisis a tanpa kapsul.

b) Kumpulan hemolisis b - paling penting sebab sebahagian besar patogen manusia terdiri dari kumpulan ini; ada spesies yang tidak patogen tetapi mempamerkan hemolisis b.

c) Kumpulan hemolisis g - tidak dikira patogen tetapi komensal. Pengkelasan menurut aktiviti hemolisis kurang sesuai untuk menentukan kepatogenan.

Kumpulan Lancefield: Kaedah yang diperkenalkan oleh Rebecca Lancefield berdasarkan kepada ciri-ciri antigen karbohidrat dinding sel yang dipanggil bahan C. Pengkelasan mengikut kaedah Lancefield boleh membezakan Streptococcus hemolisis b kepada kumpulan A - V, setiap kumpulan ada spesies nama. Kumpulan-kumpulan patogen utama ialah A, B, C, D dan G. Lebih dari 90% infeksi strep pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis b kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes. Tidak semua Streptococcus boleh dikelaskan menurut kaedah Lancefield, e.g. S. pneumoniae, S. mutans, dll.

Antigen Streptococcus:

1. Kapsul asid hialuronik: bahan kapsul yang dihasilkan terutama oleh strep kumpulan A dan C. Ia tidak imunogen. Dalam sesetengah strep kumpulan C ia adalah faktor kevirulenan; anti-fagositosis.

2. Protein-protein dinding sel (M, T dan R): Protein M pada dinding sel strep ialah faktor kevirulenan bagi Streptococcus hemolisis b kumpulan A. Ia berfungsi merencat fagositosis. Berdasarkan kepada perbezaan protein M kumpulan A boleh dibahagikan kepada 750 jenis. Protein T: berguna untuk menjeniskan strep yang tak boleh dijeniskan berdasarkan protein M; bukan faktor kevirulenen. Protein R: tiada kepentingan patogen atau klinik.

3. Karbohidrat dinding sel: Strep dibahagikan kepada kumpulan A - V berdasarkan kepada perbezaan lapisan karbohidrat dinding sel. Dalam kumpulan A dan C, karbohidrat terdiri dari polimer N-asetilglukosamin dan rhamnosa dan dipanggil bahan C. Ramai orang berpendapat patogenesis demam reumatik boleh dikaitkan dengan bahan C kerana karbohidrat kumpulan A boleh bertindakbalas silang dengan glikoprotein injap jantung dan sendi. Kalau komponen dinding C disuntik ke dalam arnab, ia boleh menghasilkan artritis. Selain itu pesakit demam reumatik mempunyai antibodi terhadap karbohidrat kumpulan A.

4. Mukopeptid dinding sel: terdiri dari N-asetilglukosamin dan asid N-asetilmuramik; antigenik; boleh menghasilkan demam, nekrosis kulit, karditis, lisis darah merah; ketoksikan sama seperti endotoksin bakteria Gram negatif.

5. Membran sel: bertindakbalas silang dengan tisu jantung, ginjal dan tisu hubungan.

Hasil-hasil luarsel: penting dalam patogenesis dan diagnosis infeksi strep.

1. Toksin eritrogenik (toksin pirogenik): 3 serotip (A, B, C); dihasilkan oleh strain lisogenik; menyebabkan kemerahan dalam demam skarlet pada individu tidak imun; jika seseorang itu disuntik dengan toksin ini boleh menghasilkan tindak balas kehiperpekaan setempat pada tempat suntikan. Ini ialah ujian Dick yang positif. Jika antitoksin disuntik pada tempat tadi kemerahan itu hilang. Ini dipanggil tindak balas Schultz-Charlton dan digunakan dalam diagnosis untuk mengenalpasti kemerahan demam skarlet. Dalam ujian Dick yang negatif, toksin dineutralkan oleh antitoksin dan tiada rangsangan keradangan terhadap toksin. Jika ujian Dick adalah negatif, ini bermakna tidak imun terhadap demam skarlet.

2. Eksotoksin kardiohepatik: dihasilkan oleh strain yang virulen, boleh menghasilkan lesi pada jantung dan hati; mungkin akibat kerosakan tersebut pengkolonian strep dimudahkan.

3. Nefrotoksin: sebilangan kecil strep Kumpulan A menghasilkan nefrotoksin yang menyebabkan lesi pada glomerulus ginjal. Ini dipanggil glomerulonefritis akut, sejenis komplikasi selepas infeksi strep primer (komplikasi pasca strep., post-streptococcal complication).

4. Hemolisin: aktiviti hemolisis strain-strain strep. Dihasilkan oleh dua jenis hemolisin luarsel:

o Streptolisin O (SLO) - labil oksigen, imunogenik; pengesanan antibodi anti-SLO digunakan untuk diagnosis infeksi strep; kalau disuntik ke dalam haiwan yang peka boleh melisiskan sel darah merah dan leukosit (membebaskan kandungan lisozom) serta sangat toksik untuk tisu jantung; mungkin juga terlibat dalam patogenesis demam reumatik melalui pembentukan kompleks imun; bergabung dengan IgG dan mengaktifkan pelengkap seterusnya merencat kemotaksis

o Streptolisin S (SLS) - stabil oksigen, menghasilkan zon b-hemolisis keliling koloni atas agar darah, boleh melisiskan sel darah merah dan leukosit, merencat kemotaksis, tidak imunogen dan biasanya terdapat terikat pada sel.

5. Hialuronidase - sejenis enzim, membantu proses merebak (spreading factor).

6. Streptokinase A dan B - dihasilkan oleh kebanyakan strep kumpulan A; bersalingtindak dengan proenzim plasminogen serum manusia dan menukarkannya kepada plasmin. Plasmin menguraikan fibrin dan faktor-faktor lain yang penting dlam pembekuan darah; dulu dipanggil fibrinolisin.

7. Nuklease - strep yang virulen menghasilkan nuklease seperti RNAse dan DNAse yang akan menguraikan DNA dan RNA yang terkumpul pada tempat keradangan hasil dari sel-sel yang termusnah. Ini memudahkan proses merebak strep yang terperangkap.

8. Proteinase - banyak strep kumpulan A menghasilkan proteinase; kalau enzim ini disuntik ke dalam haiwan ia boleh menyebabkan lesi pada jantung.

Infeksi:

Lebih dari 90% penyakit strep disebabkan oleh strep hemolisis b kumpulan A. Kumpulan ini mempunyai kecenderungan (predilection) untuk saluran pernafasan atas. Infeksi strep boleh dibahagikan kepada 2:

· Infeksi bernanah (suppurative diseases) - infeksi primer

Dalam infeksi bernanah faktor-faktor yang membolehkan organisma itu merebak adalah penting i.e. enzim, faktor anti-fagositosis dll. Oleh kerana strep adalah organisma luarsel dan mudah dimusnahkan apabila difagositosis, ciri-ciri anti-fagositosis adalah penting, contohnya protein M, kapsul. Sebahagian besar dari infeksi bernanah ialah infeksi akut terutamanya pada kulit.

a. Impetigo: Infeksi permukaan (superficial)/kulit, sangat mudah berjangkit, terutamanya pada kanak-kanak; bermula sebagai blister dan merebak ke bahagian yang berhampiran; kalau strain menginfeksi menghasilkan nefrotoksin komplikasi glomerulonefritis akut boleh berikut.

Impetigo pada mulut dan pipi

b. Selulitis (cellulitis): infeksi kulit atau tisu yang lebih dalam dan mungkin melarat ke saluran darah.

c. Faringitis akut: biasanya disebabkan oleh kumpulan A tetapi kumpulan lain seperti C dan G juga kerap terlibat; simptom-simptom termasuk radang tekak (sore throat), demam, sakit kepala atau tiada simptom; jika strain itu lisogenik demam skarlet mungkin mengikuti; rawatan: lazimnya sembuh sendiri tetapi rawatan diberikan untuk mencegah sekuela serius seperti glomerulonefritis akut, demam reumatik.

· Komplikasi dari infeksi primer (non-suppurative diseases)

Penyakit-penyakit tidak bernanah: komplikasi (sekuela) selepas infeksi bernanah.

a. Demam skarlet: komplikasi; kalau strain itu strain toksigenik yang hasilkan toksin eritrogenik; sama ada kemerahan (rash) yang terhasil dalam demam skarlet disebabkan oleh toksin atau tindak balas kehiperpekaan adalah masih kontroversial; ujian Dick dan tindak balas Schultz-Charlton; biasanya komplikasi faringitis.

Kemerahan demam skarlet

b. Glomerulonefritis akut: komplikasi selepas infeksi strep pada kerongkong atau infeksi kulit oleh strain-strain yang neftrotoksik. Sebahagian besar dari strain-strain nefritogenik ialah dari serotip 12; ciri-ciri klinik biasanya terbit 1 - 4 minggu selepas infeksi primer dan ini termasuk proteinuria, hematuria, oliguria; ada 3 teori yang dikemukakan untuk menerangkan bagaimana glomerulonefritis terhasil:

o nefrotoksin menjejaskan/merosakkan membran glomerulus secara terus

o gerak balas autoimun: terdapat persamaan antigen membran strep dengan membran glomerulus

o gerak balas kehiperpekaan: terdapat kompleks antigen-antibodi yang tertenpat dalam glomerulus; protein M telah ditunjukkan boleh bertindakbalas silang dengan membran glomerulus; penempatan kompleks-kompleks tersebut menghasilkan gerak balas keradangan pada glomerulus (mungkin hanya strain nefritogenik yang boleh bertindak balas silang).

c. Demam reumatik: komplikasi yang boleh disebabkan oleh mana-mana jenis strep kumpulan A ekoran dari infeksi strep pada farinks; ciri-ciri: artritis, karditis, kerosakan pada otot jantung diikuti oleh kerosakan tisu injap jantung dan tisu sendi; masa pendam: 2 - 3 minggu; teori-teori untuk menerangkan penyakit ini:

o tindak balas silang antara antigen: ramai berpendapat ini adalah sejenis penyakit autoimun kerana banyak komponen antigen dinding sel strep boleh bertindakbalas silang dengan tisu jantung; contohnya: antara kumpulan A dengan glikoprotein injap jantung; dalam demam reumatik jika terdapat kerosakan injap jantung, antibodi terhadap kumpulan A adalah tinggi dan kalau injap yang rosak dibuang tahap antibodi itu menurun.

o ketoksikan terus (direct toxicity) disebabkan oleh eksotoksin atau hasil dinding sel adalah toksik terhadap tisu jantung; kajian dengan mencit menunjukkan jika bahan C disuntik ia boleh menyebabkan lesi pada jantung mencit seperti lesi yang terdapat dalam demam reumatik, tetapi suntik jasad sel tidak menghasilkan lesi; selain itu mukopeptid dinding sel juga adalah toksik untuk tisu mamalia.

o serangan terus tisu jantung oleh strep.

o penempatan antigen strep dan kompleks imun pada tisu tercedera.

Diagnosis:

Simptom-simptom infeksi strep hampir menyerupai infeksi lain oleh bakteria dan virus. Oleh itu diagnosis bergantung kepada ciri-ciri bakteriologi selain ciri-ciri klinik. Hasil prosedur pengenalpastian permulaan bergantung kepada corak hemolisis, kepekaan terhadap bacitracin dan kaedah serologi menggunakan antibodi berpendarfluor. Faringitis oleh strep kumpulan A, sebagai contoh, boleh dikenalpasti secara andaian dengan coretan putik kapas ke atas agar darah dan kemudian letakkan cakera bacitracin. Organisma kumpulan A adalah peka terhadap bacitracin. Kaedah baru untuk pengenalpastian kumpulan hemolisis utama (A, B, C dan G) menggunakan antibodi spesifik untuk sesuatu kumpulan yang digabungkan kepada pembawa staphylococcus. Reagen dicampurkan dengan strep yang nak dikenalpasti dan jika terdapat mendakan ujian adalah positif. Untuk pengenalpastian penyakit pasca-strep, penentuan titer anti-SLO dalam serum merupakan ujian diagnosis tetapi kadangkala tidak konsisten.

Rawatan:

Penicillin, keresistanan antibiotik belum menjadi masalah tetapi sudah diketahui.

Keimunan:

Antibodi anti-protein M boleh melindungi tetapi terdapat lebih dari 60 jenis (antigenic types), oleh itu berlaku infeksi oleh jenis yang berlainan.

Infeksi oleh strep lain:

1. Strep kumpulan B: Penting dalam infeksi bayi; designated spesies untuk kumpulan B ialah S. agalactiae yang lazimnya tak patogen. Ibu-ibu biasanya membawa strep kumpulan B hemolisis b dan boleh menjadi punca kepada bayi semasa bersalin menyebabkan septisemia atau meningitis. Boleh dikenalpasti melalui keupayaan menghidrolisis sodium hippurate dan resistan terhadap bacitracin, atau gunakan antibodi berpendarfluor.

2. Strep hemolisis a: tiada kumpulan Lancefield; spesies yang terdapat dalam mulut lazimnya jenis hemolisis a e.g. S. mitis, S. salivarius, S. mutans, S. sanguis; bukan patogen primer tetapi oportunis; terlibat dalam kerosakan gigi; penyakit utama yang dikaitkan dengan strep hemolisis a ialah endokarditis sub-akut oleh bakteria (sub-acute bacterial endocrditis; SBE); biasanya berlaku selepas cabut atau pembedahan gigi yang memindahkan (displace) spesies-spesies tersebut masuk ke dalam saluran darah. Penyakit ini paling kerap berlaku dalam pesakit demam reumatik aatu pesakit jantung kongenital. Strep yang terpindah boleh mengkoloni tisu jantung dan menambahkan kerosakan pada injap jantung.

3. Strep kumpulan D (Enterococcus): mampu tumbuh pada 45°C, 6.5% NaCl atau 40% hempedu (bile), menghidrolisis eskulin; kebanyakannya hemolisis a atau tak hemolisis, kebanyakan terdapat dalam usus manusia dan haiwan; Spesies yang penting ialah S. fecalis yang boleh terlibat dalam infeksi saluran urin dan lesi dalam abdomen terutamanya pesakit yang terkompromi oleh pembedahan pada usus; juga boleh menyebabkan SBE; sebahagian besar infeksi kumpulan D disebabkan oleh flora normal saluran pernafasan, genitourin atau gastrousus.


Streptococcus pneumoniae

Agen etiologi yang menyebabkan pneumonia (radang paru-paru) (pneumococcal pneumonia). Ia juga boleh menyebabkan meningitis. Lazimnya patogen oportunis. Ciri-ciri pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus ialah:

a) permulaan yang mendadak (abrupt)
b) sejuk (chills)
c) demam (fever)
d) sakit dada
e) batuk

Dulu lazim membawa maut tetapi kini boleh dirawati dengan penicillin atau agen anti-mikrob lain. Walaupun masih banyak berlaku, penyakit ini boleh sembuh kecuali jika rawatan lambat diberikan atau jika pesakit itu seorang bayi atau orang tua, atau pesakit itu diinfeksi oleh penyakit lain (komplikasi yang melemahkan).

Kokus Gram positif, terdapat dalam bentuk diplococcus atau rantai pendek; hanya strain berkapsul yang virulen; organisma normal saluran pernafasan manusia (30 - 70% populasi) dan haiwan; menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan dan kawasan berhampiran; tiada kumpulan Lancefield kerana tiada karbohidrat spesifik kumpulan.

Kokus berkapsul, anerob fakultatif; Gram positif pada fasa eksponen tetapi menghasilkan tindak balas Gram negatif semakin lama dikulturkan. Jika dieram lama bilangan sel hidup akan berkurangan kerana berlaku autolisis. Fenomena ini boleh ditingkatkan oleh bahan-bahan seperti garam-garam hempedu (bile salts) dan sodium deoxycholate. Ujian kelarutan hempedu (bile solubility test) digunakan untuk pengenalpastian organisma ini. Kapsul boleh ditunjukkan dengan dakwat India, atau dengan antibodi spesifik untuk penjenisan. Antibodi akan bergabung dengan polisakarida dan apabila dicerap di bawah mikroskop boleh dilihat kapsul yang bengkak dan kembang (tindak balas quellung). Ini ialah kaedah paling berguna untuk pengenalpastian S. pneumoniae.

Struktur antigen:

Lebih dari 85 jenis serologi pneumococcus telah dibezakan berdasarkan polisakarida kapsul. Kumpulan ini tiada antigen kumpulan Lancefield. Kapsul polisakarida adalah faktor kevirulenan utama. Kapsul menjadikan bakteria ini resistan terhadap fagositosis dan membolehkannya mandiri, berganda dan merebak ke pelbagai tisu. Hanya strain-strain berkapsul sahaja yang menjadi patogen kepada manusia dan haiwan. Pengimunan terhadap polisakarida kapsul menghasilkan keresistanan yang tinggi terhadap pneumococcus yang sama.

Selain itu 3 jenis antigen somatik juga telah dikenalpasti:

a) Antigen R: sejenis protein yang terdapat pada permukaan sel.

b) Bahan C: yang terdiri dari karbohidrat spesifik untuk spesies; komponen struktur dinding sel; hampir sama dengan antigen C pada Streptococcus yang hemolitik; membentuk sebahagian dari antigen Forsmann pneumococcus; ciri menarik: boleh dimendakkan oleh satu galobulin dalam serum dengan kehadiran kalsium; protein ini dipanggil protein reaktif C (C reactive protein; CRP). Protein ini boleh dikesan pada fasa akut sesetengah penyakit, tidak semestinya berasal dari pneumococcus; CRP boleh dikesan dengan tindak balas kapilari.

c) Antigen M: protein (antigen somatik) spesifik untuk jenis; protein yang serupa dengan antigen M pada Streptococcus hemolitik kumpulan A tetapi tidak mempunyai aktiviti anti-fagositosis yang tinggi, oleh itu keimunan terhadapnya tidak berkesan mempertahankan hos.

Struktur dinding sel Streptococcus

Kepatogenan:

Banjaran kepatogenan - selain manusia strain-strain pneumococcus boleh juga menyebabkan infeksi dalam mencit, tikus, arnab, monyet dan anjing. Jenis-jenis yang virulen: 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan 12; jenis 3 yang paling virulen untuk manusia.

Faktor-faktor kevirulenan:

1. Toksin (hemolisin): pneumolisin O; pneumococcus menghasilkan suatu toksin hemolitik yang mempunyai persamaan dengan streptolisin O.

2. Neuraminidase, protease: walaupun bahan-bahan luarsel ini tidak memainkan peranan utama dalam kepatogenan ia mungkin mempunyai kesan toksik jangka pendek; bertindak ke atas glikoprotein, protein dan glikolipid dalam membran sel dan membolehkan organisma merebak; pneumococcus dipercayai menyebabkan penyakit dengan keupayaan berganda dalam tisu.

3. Kapsul: faktor kepatogenan utama, menghalang fagositosis; pneumococcus adalah patogen luarsel dan menyebabkan penyakit apabila berada di luar sel fagosit; strain-strain berkapsul (S) adalah virulen tetapi yang tidak berkapsul (R) tidak virulen dan mudah difagositosis; antibodi terhadap kapsul menjadikan organisma tersebut rentan kepada fagositosis.

Epidemiologi:

Pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus merupakan bentuk pneumonia yang paling kerap berlaku di antara pneumonia akut yang disebabkan oleh bakteria. Organisma ini wujud dalam nasofarinks pembawa-pembawa yang sihat. Insidens penyakit meningkat jika terdapat infeksi lain yang mendedahkan hos kepada infeksi dan merebaknya organisma tersebut.

Patogenesis:

Pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus jarang-jarang merupakan infeksi primer tetapi lazimnya berlaku apabila pertahanan yang terdapat dalam saluran pernafasan terganggu. Faktor-faktor yang mengkompromikan termasuk sejuk, anestesia, penggunaan dadah (morfin, alkohol), infeksi virus pada saluran pernafasan atas. Antara 30 - 70% manusia membawa organisma ini dalam kerongkong tetapi insidens penyakit ini adalah rendah. Selain mekanisme pertahanan hos, antagonisme antara mikrob juga menghadkan populasi pneumococcus dalam kerongkong. Faktor-faktor pertahanan pertama termasuk perlindungan epiglotis, mukus, refleks batuk, pergerakan silia, limfatik pada bronkus dan bronkiol dan makrofaj dalam alveolus. Jika pertahanan ini terjejas infeksi mungkin berlaku.

Faktor-faktor yang mendedahkan kepada infeksi: Pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus biasanya berlaku apabila terdapat infeksi virus kerana rembesan mukus yang banyak terhasil semasa infeksi tersebut meningkatkan kemungkinan rembesan itu masuk ke dalam bronkus dan ke paru-paru. Apabila melepasi epiglotis, organisma tertempat di dalam bronkus dan memulakan infeksi. Apabila infeksi sudah bermula ia akan merebak. Serangan ke atas tisu alveolus menyebabkan cecair tisu keluar dan ini memudahkan pergandaan dan merebaknya organisma ke alveolus lain. Selepas cecair tisu (edema fluid) keluar ini diikuti oleh sel-sel polimorfonukleus (PMN) dan sedikit sel darah merah. Ini menjadikan alveolus itu keras, mantap dan bengkak (consolidation) dan menganggu proses pernafasan. Apabila bilangan PMN sudah tinggi, pneumococcus difagositosis dan dimusnahkan. Selepas itu makrofaj pula akan terdapat untuk menyempurnakan proses penyembuhan.

Jika infeksi alveolus melibatkan pleura, pleurisi akan terhasil di mana rongga pleural terinfeksi. Jika tidak dikawal boleh melibatkan abses pleura yang lebih luas yang dipanggil empyema. Perikardium yang berhampiran juga mungkin terlibat dan menyebabkan perikarditis. Komplikasi lain termasuk otitis media dan meningitis.

Tanda-tanda klinik: Permulaan yang tiba-tiba dengan sejuk dan demam (102 - 106°F), lazimnya beberapa hari sebelum itu pesakit menghidapi infeksi pada saluran pernafasan. Sakit dada lazimnya terdapat, pesakit akan batuk dengan mukus yang mengandungi sedikit darah. Jika tidak diubati pesakit boleh sembuh dengan sendiri 5 - 10 hari selepas bermula.

Komplikasi yang paling kerap ialah pleurisi dan empyema. Selain itu perikarditis, endokarditis dan meningitis juga merupakan komplikasi yang serius dan boleh menyebabkan maut. Pneumococcus merupakan agen paling kerap menyebabkan meningitis dalam orang dewasa.

Prognosis: Kadar kematian dalam kes-kes pneumonia yang tidak dirawati ialah 30% dan berkurangan ke 5% jika dirawati. Keimunan setelah seseorang itu sembuh bergantung kepada antibodi spesifik untuk jenis yang menginfeksi dan lazimnya wujud 5 - 6 hari selepas infeksi bermula. Serangan yang berulang-ulang biasanya disebabkan oleh strain yang berlainan.

Diagnosis:

Organisma ini mesti dibezakan dari K. pneumoniae dan Staphylococcus yang juga boleh menyebabkan pneumonia berasaskan pemerikasaan fizikal. Sputum perlu diambil dan diperiksa secara terus dengan pewarnaan Gram. Jika pneumonia disebabkan pneumococcus disyakki sampel darah mesti diuji sebelum diberikan antibiotik.

Pengcaman andaian (presumptive identification)) boleh dibuat jika terdapat koloni hemolisis a yang mengandungi bakteria diplococcus yang larut oleh hempedu, peka terhadap optochin dan positif untuk ujian quellung. Ujian serologi untuk mengesan antibodi spesifik terhadap pneumococcus juga boleh dilakukan. Polisakarida kapsul juga wujud dalam serum dan cecair tubuh pesakit terinfeksi. Ini biasanya terdapat dalam infeksi yang teruk, yang diikuti oleh bakteremia, empyema dan kadar kematian yang tinggi. Kadangkala bahan polisakarida ini wujud dalam urin sehingga beberapa bulan; boleh diesan menggunakan kaedah imunologi.

Rawatan:

Penicillin G ialah antibiotik yang digunakan untuk infeksi pneumococcus. Dalam individu yang peka erythromycin atau clindamycin digunakan.

Vaksin:

Vaksin polivalen yang mengandungi bahan kapsul dari 23 jenis yang kerap menginfeksi di USA; disyorkan kepada kumpulan risiko tinggi (seperti orang tua, BUKAN kepada bayi).

SALMONELLA

Method No. 12.0

Purpose: To detect Salmonella in spices and spice products

A. Apparatus:

  1. Conical flasks - 500 mL.
  2. Test tubes – 25 X 150 mm and 12 X 100mm.
  3. Pipettes (sterile) - 1 mL, 5 mL, 10 mL
  4. Petri dishes (sterile) (at least 15x90mm)
  5. Sterile spoons or spatulas.
  6. Incubator, 35 + 1°C
  7. Balance, calibrated (with sensitivity of 0.1g)
  8. Inoculating loops and needles.
  9. Refrigerator, below 8°C
  10. Incubator,42±1°C

B. Reagents:

  1. Pre-enrichment medium -Trypticase Soya Broth.
  2. Enrichment media -
    1. Selenite cystine (SC) Broth.
    2. Rappaport Vassiliadis (RV)Medium
  3. Selective agars -
    1. Bismuth Sulfite(BSA) agar
    2. Brilliant Green(BGA) agar, Sulphamandelate supplemented.
    3. Xylose lysine desoxycholate(XLD) agar.
    4. Hektoen enteric (HE) agar.
  4. Biochemical media -
    1. Triple Sugar Iron (TSI)Agar
    2. Lysine Iron (LIA)Agar.
    3. IMVIC Media - Peptone water or Tryptone broth, MR-VP medium, Simmons citrate agar.
    4. Urea agar.
    5. Malonate broth
    6. Lysine decarboxylase broth
    7. Phenol red dulcitol broth.
    8. Phenol red sucrose broth.
  5. Salmonella polyvalent sera
    1. Salmonella 'O' Antiserum Poly A-I and Vi (Difco)
    2. Salmonella 'H'Antiserum Poly A-Z (Difco)
  6. IMVIC reagents.
    1. Kovac's Indole reagent
    2. Methyl Red indicator
    3. Voges-Proskauer test reagents

Solution 1 (a -naphthol solution)
a - naphthol – 5g
Alcohol (absolute) – 100 mL

Solution 2 (40% KOH)
Potassium hydroxide – 4g
Creatine - 0.3g
Distilled water, sufficient quantity to dilute to 100 mL.

  1. Sulpha supplement.
  2. Potassium sulphite
  3. Physiological Saline (NaCl), solution,0.85% (Sterile).
    Note 1:
    All biochemical media prepared are stored in refrigerator for a period of three months. Pre-prepared culture plates are stored in refrigerator for a period of one month.
    Note 2:
    For preparation of media and reagents, refer to FDA BAM – 8th edition.
  4. Reagents for Gram – Staining :
    1. (a) Crystal violet
    2. (b) Gram’s iodine
    3. (c) Decolorising agent eg. Alcohol
    4. (d) Safranin

C. Procedure:

  1. Pre-enrichment
    1. Using aseptic technique homogenize 25 g of food sample with 225 ml of Trypticase Soya broth. If a larger food sample is required, maintain a sample to broth ratio of 1:9.
    2. Before incubating allow it to stand for 60 minutes at room temperature.
    3. Loosen cap to allow gas to escape and incubate for 24 h at 35+1°C.
  2. Enrichment:

1. Transfer aseptically 1 mL of the pre-enrichment broth into test tube containing 10 mL of Selenite Cystine broth and 0.1 mL into 10 mL Rappaport -vassiliadis medium

2. Incubate SC broth at 35±1°C and RV medium at 42±1°C for 24 hours.

3. Selective Agars:
Streak enrichment media onto any two selective agars and incubate at 35+1°C. Check for typical colonies after 24 and 48 h
Appearance of colonies:

a. Hektoen enteric (HE) agar: Blue-green to blue colonies with or without black centres.
Many cultures of Salmonella may produce colonies with large, glossy black centres or may appear as almost completely black colonies

b. Xylose lysine desoxycholate (XLD) agar: Pink colonies with or without black centres.
Many cultures of Salmonella may produce colonies with large glossy black centres or may appear as almost completely black colonies

c. Bismuth sulphite (BS) agar: Brown, gray, or black colonies some times they have a metallic sheen. Surrounding medium is usually brown at first, but may turn black in time with increased incubation, producing the so-called halo effect

d. Brilliant Green agar:
Salmonella - slightly pink - white opaque colonies surrounded by brilliant red medium.
Coliforms:
Yellow-green colony surrounded by yellow green zone.
Pick well isolated suspected colonies from selective agar plates and proceed with the biochemical tests. Store picked selective agar plates at 5 to 8 °C. (Inoculate the colony into peptone water, incubate at 35+ 1°C for 5 h. Check whether there is growth and then inoculate into the media).

Do Gram - Stain as below:

      1. In this method of staining, the bacterial films are covered with a solution of the crystal violet stain and allowed to act for 1 minute.
      2. The stain is washed off with water, and a dilute solution of iodine is added and allowed to remain for 1 minute.
      3. Next the slide is treated with alcohol or a mixture of alcohol and acetone until almost all the colour is removed from the film.
      4. Salmonella is Gram - negative, straight sided, rod-shaped bacteria

4. Agar Slants

      1. Pick well-isolated suspected colonies from selective agar plates and inoculate tubes of Triple sugar Iron Agar slant (TSI) and Lysine Iron agar (LIA) slants by first stabbing the butt and then streaking the surface the slants. Suspected colonies that appears to be mixed culture should be sub cultured on BGA plates.
        Urea Slant: Inoculate from selective agar

b. Incubate at 35 + 1 °C, 24 + 2 h.

c. Appearance of slants presumptive positive for Salmonella.
On TSI agar -
red (alkaline) slant and yellow (acid) butt. Note also whether H2S (black) or gas (cracking or pockets in agar) is formed.
On Lysine Iron agar-
Salmonella - purple (alkaline) slant and butt; may have blackening if H2S is produced.
On Urea Slant-
Formation of red color indicates production of urease (positive test). Salmonella cultures do not produce urease

5. Biochemical tests for confirmation of Salmonella

a. IMViC tests-inoculate from TSI slants.

        1. Indole test:-
          Inoculate peptone / Tryptone water and incubate for 48 h at 35 + 1 °C. After incubation add 0.5 mL Kovac's Indole reagent, shake well and examine after 1 minute and 5 minutes. A red color in the reagent layer indicates the presence of Indole. A positive reaction indicates break down the amino - acid tryptophan with the formation of Indole which forms a highly alcohol soluble dye complex with Kovac's Indole reagent.
        2. MR and V.P. tests:-
          For both these tests inoculate the above culture into two tubes of MR-VP medium and incubate them for 48 h at 35 + 1 °C.

          Methyl red test:

          To one of the above incubated tubes add 3-4 drops of 0.04% methyl red solution. A magenta red color, showing the presence of acid, is regarded as a positive reaction, a yellow color, a negative and an orange color shows an equivocal (+) result. Salmonella gives a positive result in this test.

          Voges-Proskauer test:

          To the second tube of the duplicate culture add 1mL of a -Naphthol solution and 0.5 mL 40% KOH. Shake the tube vigorously, keep it in a sloped position and examine after 1 h and 4 h. The development of an eosin pink color indicates a positive reaction and a light deep orange brown color indicates an equivocal (+) result. (To speed up the reaction add 2-3 crystals of Creatine.)
        3. Citrate Utilization tests:
          Inoculate the culture in a Simmon's citrate agar slant and incubate for 48 h at 35 + 1 °C. Examine the tubes for growth and blue coloration (alkaline reaction).

Reaction

Salmonella

indole

negative

methyl red

positive

Voges-Proskauer

negative

Simmons Citrate

positive

        1. Lysine Decarboxylase broth: Inoculate from TSI. Cotton plug on tightly and incubate at 35+ 1°C, 2 days. Examine daily. Growth with no change in color is a positive reaction. Change in color to yellow (acid) is a negative reaction. Salmonella is positive for lysine decarboxylase.

v. Malonate broth: Inoculate from TSI and incubate at 35+ 1°C, 48 h. A change in color to blue (alkaline) is a positive test for the utilization of malonate. Salmonella give a negative test (green or unchanged colour).

vi. Phenol red dulcitol broth: Inoculate the broth with small amount of growth from TSI slant and incubate for 24-48h at 35 + 1°C. Most Salmonella species give a positive test indicated by gas formation and acidity (yellow) of the medium.

vii. Phenol red Sucrose broth: Inoculate the broth with small amount of growth from TSI slant and incubate for 24-48 h at 35 + 1°C. Salmonella are sucrose-negative.

6. Serological test (Confirmatory test):
Using Salmonella Polyvalent "O" Antisera & Polyvalent "H" Antisera.

a. Prepare a dense suspension of the organism by suspending growth from an 18h TSI agar slant in 0.5 mL of 0.85% NaCl solution.

b. Using a wax pencil, mark off two circles about 1 cm in diameter on a microscopic slide.

c. Place a drop of Salmonella Polyvalent "O" Antisera in one of the marked circles and a drop of 0.85% NaCl solution in the other circle (This will act as a negative control).

d. Using a clean dropper, transfer a drop (0.05 mL) bacterial suspension into each of the circle and mix thoroughly by gently rocking for 1- 2 min. (Avoid excessive evaporation).

e. Positive agglutination will be rapid and complete. A delayed or partial agglutination should be considered negative.

Repeat slide agglutination test with Polyvalent "H" Antisera in the same way.

3. D. Calculation:

4. Nil.

5. E. Result & Reporting:

Since no tolerance of Salmonella is established, report results as: "Salmonella absent/present from negative/positive in 25g of sample"