Senin, 12 Januari 2009

BAB 3-4. SIKLUS KOMPRESI UAP

Tujuan instruksional khusus

Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip kerja sistem pendingin kompresi uap dan menganalisa performansi mesin pendingin kompresi uap. Pokok bahasan ini mencakup siklus Carnot dan siklus pendinginan, analisis kinerja mesin pendingin, hingga pada penggunaan diagram Molier dan Tabel Uap refrigeran. Kebanyakan siklus refrigerasi yang diaplikasikan di lapangan adalah siklus kompresi uap.

A. Siklus Carnot

Salah satu jenis mesin refrigerasi yang umum digunakan pada zaman sekarang adalah jenis kompresi uap. Mesin pendingin jenis ini bekerja secara mekanik dan perpindahan panas dilakukan dengan memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap) dan kembali ke fase cair secara berulang-ulang. Refrigeran mendidih pada suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan air pada tekanan yang sama. Misalnya, amonia yang sering digunakan sebagai refrigeran, pada tekanan 1 atmosfir (101.3 kPa) dapat mendidih pada suhu -33 oC. Suhu titik didih refrigeran dapat diubah dengan cara mengubah tekanannya, misalnya, untuk menaikkan suhu titik didih amonia menjadi 0 oC, tekanan harus dinaikkan menjadi 428.5 kPa.Keragaan suatu siklus refrigerasi umumnya dinyatakan dalam berbagai terminologi, seperti ton refrigerasi, koefisien tampilan, dan efisiensi refrigerasi. Satu ton refrigerasi didefinisikan sebagai kapasitas pendinginan yang diserap oleh satu ton es untuk menjadi cair selama 24 jam, yaitu 1357 W (200 Btu/menit) .Istilah ton refrigerasi umum digunakan untuk mesin pendingin berkapasitas besar.

Berasal dari standar yang digunakan, yaitu panas yang diserap oleh 1 ton (2000 lb) es saat mencair selama 24 jam. Karena panas laten pencairan es adalah 144 Btu/lb, maka panas yang diserap (2000 lb X 144 Btu/lb)/(24 jam X 60 menit) adalah 200 Btu/menit.

Siklus Carnot adalah siklus termodinamik ideal yang mampu-balik, yang pada mulanya digunakan sebagai standar terhadap kemungkinan maksimum konversi energi panas ke energi mekanik. Dalam bentuk sebaliknya, juga digunakan sebagai standar penampilan maksimum suatu alat pendingin. Siklus Carnot tidak mungkin diterapkan karena tidak mungkin mendapatkan suatu siklus yang mutlak mampu-balik di alam nyata, tetapi dapat dianggap sebagai kriteria pembatas untuk siklus-siklus lainnya.

Siklus Carnot berlangsung dengan suatu urut-urutan yang terdiri atas 4 proses yang mampu-balik, yaitu dua proses adiabatik dan dua proses isotermik. Gambar 3-1 menunjukkan bagaimana siklus tenaga Carnot bekerja secara sederhana pada sistem gas di dalam piston, sedangkan Gambar 3-2 menunjukkan proses-proses siklus Carnot yang dipetakan pada diagram p-v dan diagram T-s.


Gambar 3-1. Siklus Carnot


Gambar 3-2. Siklus Carnot pada diagram p-v dan T-s

Ke empat proses tersebut adalah :

Proses 1-2 :

Kompresi gas secara adiabatik hingga mencapai suhu tinggi TH

Proses 2-3 :

Ekspansi gas secara isotermik pada suhu TH sambil menerima energi sebesar QH dari lingkungan (reservoir) bersuhu tinggi (TH)

Proses 3-4 :

Ekspansi gas secara adiabatik hingga mencapai suhu rendah TC

Proses 4-1 :

Kompresi gas secara isotermik hingga mencapai kondisi awalnya sambil melepas energi sebesar QC ke lingkungan (reservoir) bersuhu rendah (TC)

Kerja yang terjadi selama proses-proses tersebut ditunjukkan dengan luasan di bawah kurva proses pada diagram p-v. Pada proses 1-2 dan 4-1 kerja diberikan pada sistem untuk melakukan kompresi, sedangkan pada proses 2-3 dan 3-4 dilepas oleh gas untuk melakukan pengembangan (ekspansi). Dengan demikian, wilayah yang dibatasi oleh keempat kurva tersebut merupakan kerja bersih yang terjadi (dilepas oleh sistem) selama proses dalam satu siklus.

Siklus Carnot yang bekerja sebagai mesin panas mempunyai efisiensi:

.........

3-1

dimana TC dan TH adalah suhu dalam satuan kelvin dan s adalah entropi. Subskrip "maks" menunjukkan bahwa efisiensi tersebut adalah efisiensi maksimum yang mungkin terjadi pada siklus tenaga manapun yang bekerja di antara dua sumber panas berbeda suhu.

Bagan alir siklus Carnot, ditunjukkan pada Gambar 3-1 dan bentuk siklus pada koordinat p-v dan T-s ditunjukkan pada Gambar 3-2. Gambar 3-2 (a) menunjukkan siklus Carnot yang bekerja hanya pada satu wilayah fase (fase gas), sedangkan (b) menunjukkan siklus Carnot yang bekerja pada keadaan jenuh (keadaan cair-uap). Proses yang berlangsung pada siklus pendinginan Carnot adalah :

Proses 1-2 :

Ekspansi gas secara isotermik pada suhu rendah TC sambil menerima energi QC dari reservoir dingin melalui pindah panas.

Proses 2-3 :

Kompresi gas secara adiabatik hingga mencapai suhu tinggi T

Proses 3-4 :

Kompresi gas secara isotermik sambil melepas energi QH ke reservoir panas melalui pindah panas.

Proses 4-1 :

Ekspansi gas secara adiabatik hingga mencapai suhu rendah TL

Kerja bersih yang diperlukan selama proses dalam satu siklus adalah daerah yang dibatasi oleh keempat kurva pada diagram p-v.

Jika siklus Carnot dibalik, akan diperoleh siklus yang menjadi ukuran kinerja maksimum yang mungkin diperoleh dari suatu mesin pendingin. Dalam hal ini, kerja harus diberikan pada siklus, zat kerja dikembangkan secara adiabatik dari TH ke TC, menyerap panas pada TC dengan entropi yang meningkat dari sa ke sb. Selanjutnya, zat kerja dikempa secara adiabatik dari TC ke TH, melepas panas secara isotermal pada TH dengan entropi menurun dari sb ke sa. Dengan demikian, siklus Carnot dapat digunakan untuk tiga tujuan yaitu:

  1. mengubah energi panas menjadi energi mekanik (sebagai mesin panas)
  2. menggunakan energi mekanik untuk menyerap panas dari suatu tempat dan melepaskannya di tempat yang diinginkan (sebagai pompa panas)
  3. menggunakan energi mekanik untuk menyerap panas dari suatu tempat yang diinginkan dan membuangnya di tempat lain (sebagai mesin pendingin)

Tujuan (2) dan (3) didasarkan pada siklus Carnot terbalik dan berbeda hanya pada hasil akhir yang diinginkan. Proses yang berlangsung pada siklus pendinginan dan siklus pompa panas pada prinsipnya sama dan hanya berbeda pada tujuan akhir proses. Pada siklus pendinginan yang menjadi tujuan adalah mendapatkan suhu yang lebih rendah dari lingkungannya, sebaliknya pada siklus pompa panas yang menjadi tujuan akhir adalah memperoleh suhu yang lebih tinggi dari lingkungannya.

Penampilan mesin pendingin dan pompa panas umumnya dinyatakan dalam koefisien penampilan (coefficient of performance, COP). Koefisien penampilan (coefficient of performance, cop) telah digunakan sebagai alat pengukur keefektifan suatu alat dan didefinisikan sebagai perbandingan antara hasil akhir yang diperoleh dengan kerja bersih yang harus diberikan. Berdasarkan Gambar 3-2, cop mesin pendinginan adalah,

.........

3-2

untuk pompa panas,

.........

3-3

dan untuk mesin panas,

.........

3-4

Meskipun siklus Carnot sangat efisien bekerja di antara dua sumber panas tertentu dan sangat berguna sebagai kriteria bagi siklus yang bekerja secara sempurna, terdapat kelemahan yang sangat jelas jika gas digunakan sebagai refrigeran. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah :

  1. Terjadinya tekanan yang sangat tinggi dan volume yang sangat besar karena kenaikan tekanan terjadi saat berlangsungnya kompresi isentropik serta saat proses pelepasan panas secara isotermal.
  2. Proses pindah panas dengan menggunakan gas, yaitu media yang mempunyai kapasitas panas tertentu, tidak mungkin diperoleh di dalam praktek.
  3. Diagram p-v siklus yang bekerja dengan menggunakan gas sangat sempit sehingga sedikit ke-tak-mampubalikan di dalam proses tertentu akan mengakibatkan peningkatan kerja yang dilakukan yang sangat besar dan merupakan bagian terbesar kerja bersih siklus tersebut.

Koefisien tampilan menyatakan keefektifan suatu sistem pendingin, yang merupakan perbandingan antara efek pendinginan bermanfaat terhadap energi bersih yang harus disediakan dari luar untuk mendapatkan efek pendinginan tersebut.

.........

3-5

Efisiensi refrigerasi menunjukkan kedekatan sistem atau siklus pendingin tersebut dengan siklus ideal yang mampu-balik, yaitu siklus Carnot.

.........

3-6

B. Siklus Pendinginan Teoritis Dan Nyata

Siklus pendinginan kompresi uap ditunjukkan pada Gambar 3-3. Proses 1-2 adalah kompresi, 2-3 adalah kondensasi, 3-4 adalah ekspansi, dan 4-1 adalah evaporasi.


Gambar 3-3. Siklus refrigerasi kompresi uap

Siklus pendinginan kompresi uap teoritis, sebagaimana yang umum digunakan, ditunjukkan pada Gambar 3-4 dalam sistem koordinat p-V, T-s dan p-h, dimana tanda nomor proses sama dengan pada Gambar 3-5. Proses kompresi yang berlangsung pada jalur 1-2 disebut kompresi basah, dimana refrigeran yang masuk ke- dan keluar dari kompresor adalah refrigeran kering dan jenuh (derajat kering uap = 1). Proses kompresi dapat juga terjadi pada jalur 1'-2' yang disebut dengan kompresi basah karena refrigeran yang masuk ke kompresor masih mengandung fase cair (derajat kering < 1) dan keluar dari kompresor dalam keadaan kering dan jenuh. Meskipun koefisien penampilan (cop) sedikit lebih rendah, pendinginan dengan kompresi kering lebih sering digunakan dengan alasan kompresor akan lebih aman karena tidak terjadi kemungkinan masuknya refrigeran cair yang dapat mempengaruhi kerja kompresor. Pada proses kompresi kering, uap refrigeran yang meninggalkan kompresor dalam keadaan panas-lanjut (superheat) sehingga kelebihan panas tersebut harus dibuang di kondensor pada tekanan tetap (tekanan kondensor) dan suhu tetap sebelum dikondensasi menjadi cairan refrigeran (proses 2-2').

Proses kompresi dianggap berlangsung secara isentropik karena lebih mendekati keadaan sesungguhnya, meskipun secara teoritis kompresi isotermal lebih disukai karena membutuhkan kerja yang lebih kecil. Kerja pada proses pencekikan (throtling) seharusnya dapat didaur-ulang, akan tetapi karena tidak ekonomis jarang dilakukan.

Perbandingan antara siklus kompresi uap teoritis (siklus 1-2'-2''-3-4'-1) dengan siklus Carnot terbalik (siklus 1-2-3-4-1) ditunjukkan dalam diagram T-s pada Gambar 3-6. Seperti terlihat pada bagian yang diarsir di dalam gambar, terdapat tiga luasan yang merupakan perbedaan antara siklus kompresi uap teoritis dengan siklus Carnot terbalik. Luasan 2-2'-2'' menunjukkan penambahan kerja yang harus diberikan ke kompresor serta tambahan panas yang harus dilepas di kondensor sebagai akibat kompresi yang tidak isotermal. Luasan 3-3'-4-3 menunjukkan tambahan kerja ke siklus akibat kerja pencekikan yang tidak didaur-ulang. Luasan 4-sa-sb-4'-4 menunjukkan kehilangan efek pendinginan sebagai akibat dari peningkatan entropi karena proses pencekikan. Masih terdapat perbedaan-perbedaan lain antara siklus kompresi uap teoritik dan nyata, akan tetapi karena nilainya tidak terlalu besar masih dapat diabaikan dari perhitungan.

Keragaan suatu siklus refrigerasi umumnya dinyatakan dalam berbagai terminologi, seperti ton refrigerasi, koefisien tampilan, dan efisiensi refrigerasi. Satu ton refrigerasi didefinisikan sebagai kapasitas pendinginan yang diserap oleh satu ton es untuk menjadi cair selama 24 jam, yaitu 1357 W (200 Btu/menit) . Istilah ton refrigerasi umum digunakan untuk mesin pendingin berkapasitas besar.

C. Analisis Kinerja Mesin Pendingin

Analisa terhadap siklus pendinginan kompresi uap dapat dilakukan dengan menggunakan Gambar 3-7. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, terjadi 4 proses yang membentuk satu siklus kompresi uap dan terjadi berulang-ulang. Proses dan perubahan keadaan pada setiap proses yang terjadi adalah :

Proses 1-2 (kompresi) : Gas refrigeran yang keluar dari evaporator masuk dan dikempa pada kompresor sehingga menghasilkan gas refrigeran dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi. Suhu tinggi merupakan akibat dari proses kompresi isentropik.

Proses 2-3 (kondensasi) : Gas refrigeran bertekanan dan bersuhu tinggi dikondensasi dan menghasilkan refrigeran cair jenuh. Proses yang terjadi adalah pelepasan panas ke lingkungan. Proses kondensasi bekerja pada tekanan tetap. Pada awal proses suhu gas refrigeran sedikit mengalami penurunan, selanjutnya terjadi perubahan fase gas menjadi cair pada suhu tetap.

Proses 3-4 (pencekikan) : Tekanan cairan refrigeran diturunkan dengan menggunakan katup cekik (expansion valve). Saat terjadi penurunan tekanan, juga terjadi penurunan suhu dan peningkatan mutu gas refrigeran, sebab dengan penurunan tekanan dan suhu sebagian refrigeran cair berubah menjadi gas.

Proses 4-1 (penguapan) : Proses penguapan terjadi pada suhu sama, dimana hanya terjadi perubahan fase refrigeran cair menjadi gas. Panas laten penguapan diambil dari lingkungan sehingga terjadi pendinginan lingkungan. Besarnya pendinginan yang terjadi dinyatakan dalam efek pendinginan (ton refrigerasi).


Gambar 3-7. Analisis siklus pendinginan kompresi uap

Setiap proses yang terjadi sepanjang siklus dinyatakan dalam besaran-besaran yang dapat ditentukan secara matematik. Pada Bab Termodinamika Pendinginan telah ditunjukkan bahwa untuk proses tekanan tetap, seperti terjadi pada proses evaporasi dan kondensasi dalam mesin pendingin kompresi uap, dQ = dh. Dengan demikian, panas yang diserap dan digunakan untuk menguapkan refrigeran adalah:

............................................................

3-7

dan panas yang di lepas untuk kondensasi refrigeran adalah,

Qkond = h2 - h3 ......................................... 3-8

Juga telah diketahui bahwa pada proses pencekikan (ekspansi) tidak dilakukan kerja, sehingga entalpi refrigeran yang masuk dan keluar dari katup ekspansi adalah sama (h1 = h2). Kualitas uap refrigeran setalah melalui katup cekik menjadi,

............................................................

3-9


Sesuai dengan kaidah kekekalan energi, panas yang dilepas pada kondensor harus sama dengan panas yang diserap pada evaporator ditambah dengan ekivalen panas dari kerja kompresi, yaitu :

............................................................

3-10


Dengan memasukkan persamaan [3-8] hingga [3-9] ke persamaan [3-10] diperoleh kerja kompresi sebesar,


Wkomp = h2 - h1 .......................................... 3-11

dalam hal ini, dianggap tidak terjadi pengambilan dan pelepasan panas dari dan ke lingkungan selama proses kompresi. Berikut ini adalah beberapa istilah yang umum digunakan dalam ilmu pendinginan dan besarannya dalam persamaan matematik.

Efek pendinginan, jumlah panas yang diserap oleh refrigeran pada saat melalui evaporator. Selain panas laten penguapan, efek pendinginan juga mencakup panas yang diserap akibat terjadinya pemanasan lanjut.

Ton pendinginan (ton of refrigeration) adalah laju penyerapan panas di evaporator, sama dengan 200 Btu/min (3517 W). Laju aliran refrigeran yang dibutuhkan per ton pendinginan adalah laju penyerapan panas (W) per ton pendinginan dibagi dengan efek pendinginan,

............................................................

3-12

Tenaga kompresi teoritis per ton pendinginan untuk proses kompresi adalah perkalian antara kerja kompresi dengan laju aliran refrigeran per ton pendinginan, yaitu :

............................................................

3-13


Jika yang terjadi adalah kompresi politropik, tenaga kompresi per ton pendinginan adalah,

............................................................

3-14

Pada kompresi isentropik, n = g = cp/cv . Jika silinder kompresor mempunyai jaket penutup, sejumlah panas harus dilepaskan ke sistem pendingin kompresor, yang besarnya :

............................................................

3-15

Tenaga kompresi aktual (nyata) dapat didekati dengan menggunakan nilai n yang sebenarnya (dengan menggunakan tekanan nyata silinder), dan dengan memasukkan faktor efisiensi mekanik kompresor. Efisiensi mekanik adalah perbandingan antara tenaga yang ditunjukkan oleh silinder kompresor dengan tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan kompresor.

Koefisien penampilan mesin pendingin siklus kompresi uap dengan kompresi isentropik adalah,

............................................................

3-16

Panas yang dilepaskan melalui kondensor per ton pendinginan, meliputi panas laten, panas akibat pemanasan lanjut, dan panas yang berasal dari refrigeran cair, yaitu :

............................................................

3-17


Disamping itu, siklus kompresi uap nyata juga berbeda dalam beberapa hal dengan siklus kompresi uap teoritis, seperti :

(1) Proses 1-2 (kompresi), sering dianggap berlangsung secara insentropik, akan tetapi dapat berlangsung tidak isentropik dan tidak juga politropik. Meskipun berlangsung secara isentropik, dimana dianggap tidak terjadi pertukaran panas antara refrigeran dengan dinding kompresor, pada kenyataannya suhu dinding silinder kompresor bisa lebih tinggi dari suhu gas refrigeran yang masuk dan lebih rendah dari suhu gas yang keluar dari kompresor sehingga menyebabkan perpindahan panas antara dinding kompresor dengan gas refrigeran.

(2) Selama proses 2-3, refrigeran cair mengalami pendinginan lanjut sebelum memasuki katup cekik.

(3) Pada proses 4-1, uap refrigeran yang meninggalkan evaporator mengalami pemanasan lanjut sebelum memasuki kompresor. Pemanasan lanjut tersebut dapat disebabkan oleh jenis pengendali katup cekik yang digunakan, dimana penyerapan panas dapat terjadi pada jalur antara evaporator dan kompresor.

(4) Terjadi kehilangan tekanan sepanjang pipa tempat mengalirnya refrigeran.

Penentuan nilai-nilai tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan dua alat, yaitu diagram molier (diagram p-h) dan tabel keadaan refrigeran yang bersangkutan. Pengenalan dan penggunaan kedua alat tersebut dijelaskan berikut

D. Penggunaan Diagram Molier

Tekanan dan entalpi refrigeran mengalami perubahan pada saat melalui berbagai komponen mesin pendingin. Pada evaporator dan kondensor, entalpi berubah sementara tekanan tetap. Pada kompresor terjadi perubahan entalpi bersama-sama dengan perubahan tekanan, sedangkan pada katup ekspansi terjadi perubahan tekanan dengan entalpi tetap. Berdasarkan sifat-sifat di atas, telah dikembangkan suatu diagram tekanan-entalpi (diagram molier) yang dapat digunakan untuk analisa sistem pendinginan kompresi uap.


Gambar 3-8. Diagram Mollier

Konstruksi diagram mollier untuk refrigeran R-12ditunjukkan pada Gambar 3-8. Sumbu mendatar adalah entalpi sedangkan sumbu tegak adalah tekanan, sehingga garis-garis mendatar menunjukkan tekanan sama sedangkan garis-garis tegak menunjukkan entalpi sama. Garis melengkung dari kiri bawah ke kanan atas hingga titik kritis adalah garis cair jenuh.

Di sebelah kiri garis cair jenuh refrigeran berada pada keadaan cair super-dingin atau cair terkondensasi. Pada garis jenuh refrigeran berada pada keadaan keseimbangan dengan nilai mutu uap 0 (nol), artinya seluruh refrigeran berada pada keadaan cair. Semakin ke kanan garis cair jenuh nilai mutu uap refrigeran semakin besar hingga mencapai nilai 1 (satu) pada garis uap jenuh, yaitu garis melengkung dari kanan bawah ke kiri atas mencapai titik kritis.

Di sebelah kanan garis uap jenuh, refrigeran berada pada keadaan uap super-panas. Garis suhu sama ditunjukkan dengan pola khusus seperti pada penggalan garis yang dihubungkan dengan huruf "s-u-h-u", sedangkan garis volume jenis sama dan garis entropi sama ditunjukkan seperti pada gambar.

Keseluruhan siklus yang terjadi pada pendingin kompresi uap, mencakup kompresi, kondensasi, ekspansi, dan evaporasi dapat digambarkan secara mudah pada diagram tersebut. Gambar 3-9 menunjukkan siklus pendinginan kompresi uap yang bekerja secara ideal dengan suhu evaporasi Te dan suhu kondensasi Tk

Peletakan siklus di dalam diagram dilakukan dengan memperhatikan sifat tiap proses yang membentuk siklus tersebut. Proses kompresi (1-2) digambarkan bekerja secara isentropik, sehingga berada pada garis entropi sama (s).

Proses pengembunan (2-3) bekerja pada keadaan tekanan tetap pada suhu T3, sehingga berada pada garis mendatar. Pencekikan (3-4) bekerja pada keadaan isentalpik sehingga merupakan garis tegak lurus entalpi sama, dalam hal ini h3 = h4.

Proses penguapan kembali bekerja pada tekanan tetap tapi pada suhu Tk yang merupakan perpotongan antara garis pengembunan dengan garis cair jenuh. Nilai h1 merupakan entalpi pada perpotongan antara garis penguapan garis uap jenuh sedangkan nilai h2 merupakan entalpi pada perpotongan antara garis pengembunan dengan garis entropi (s).


Gambar 3-9. Siklus ideal

Siklus yang bekerja dengan pendinginan lanjut disajikan pada Gambar 3-10. Di dalam kondensor gas refrigeran diembunkan hingga seluruhnya menjadi refrigeran cair (mencapai garis cair jenuh). Pada proses pendinginan lanjut, terjadi pelepasan panas yang lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk kondensasi sehingga suhu refrigeran cair yang keluar dari kondensor lebih rendah dari suhu pengembunan Tk dan berada pada keadaan cair super-dingin (cair terkompresi).

Jika proses lain di dalam siklus sama dengan proses pada siklus ideal, pendinginan lanjut sebesar ΔT (selisih antara suhu refrigeran cair jenuh Tk dengan suhu refrigeran keluar dari kondensor T') dapat menyebabkan peningkatan efek pendinginan sebesar Δh = h' - h3 . ΔT dalam hal ini sering disebut sebagai derajat pendinginan lanjut atau derajat super-dingin.


Gambar 3-10. Siklus nyata

Siklus yang bekerja dengan pemanasan lanjut disajikan pada Gambar 3-11. Pemanasan lanjut terjadi pada evaporator. Pada evaporator terjadi penyerapan panas yang digunakan untuk menguapkan refrigeran cair yang keluar dari katup cekik pada suhu Te hingga seluruh refrigeran menjadi uap. Pada proses pemanasan lanjut, panas yang diserap lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk penguapan dan kelebihan tersebut digunakan untuk meningkatkan suhu uap, sehingga uap yang keluar dari evaporator berada pada keadaan uap super-panas. Jika proses lain di dalam siklus sama dengan proses pada siklus ideal, pemanasan lanjut sebesar ΔT (selisih antara suhu refrigeran keluar dari evaporator dengan suhu uap jenuh Te ) dapat menyebabkan peningkatan efek pendinginan sebesar Δh = h1 - h'. ΔT dalam hal ini sering disebut sebagai derajat pemanasan lanjut atau derajat super-panas. Proses pemanasan lanjut sering juga disebut dengan proses kompresi kering karena refrigeran yang masuk ke kompresor seluruhnya dalam keadaan uap (mutu uap = 1). Proses kompresi basah terjadi jika refrigeran yang keluar dari evaporator dan masuk ke kompresor belum seluruhnya menjadi uap (mutu uap < 1) akibat dari kurangnya panas yang dapat diserap oleh evaporator

E. Penggunaan Tabel Properti Refrigeran

Pemecahan nyata masalah-masalah termodinamika, khususnya pendinginan, dapat disederhanakan dengan menggunakan diagram atau tabel sifat termodinamik. Keberadaan zat dan peralihannya dapat dianalisa dengan menggunakan diagram. Gambar I-3 (a) adalah diagram tekanan-volume, (b) diagram suhu-entropi, dan (c) diagram tekanan-entalpi, yang keseluruhannya adalah untuk jenis refrigeran yang mengkerut pada saat pembekuan. Pada seluruh diagram tersebut, kurva yang membatasi wilayah fase zat ditunjukkan dengan sistem penomoran yang sama. Garis jenuh cair "3-4" dan garis jenuh uap "4-6" (umumnya disebut sebagai garis jenuh), bersama garis/titik tripel "2-3-5", membatasi suatu wilayah dimana ketiga fase (padat, cair dan uap) berada bersama-sama dalam berbagai komposisi. Perbandingan berat dua fase zat yang tercampur homogen di dalam wilayah ini dikenal dengan mutu uap. Mutu uap dinyatakan berdasarkan persamaan berikut :

............................................................

3-18

Contoh soal 3-1

Diketahui suatu campuran homogen antara 10% massa cairan jenuh dengan 90% massa uap jenuh. Tentukan mutu uap tersebut
Jawab : x = 0.9 / (0.9 + 0.1)
x = 0.9 (mutu uap adalah 0.9)

Pada wilayah di sebelah kiri garis cair jenuh dan di atas suhu titik triple, zat berada pada keadaan cair super dingin (subcooled liquid), sedangkan di sebelah kanan garis uap jenuh zat berada pada keadan uap panas-lanjut (superheated vapor). Titik kritis, 4, pada pertemuan antara garis jenuh cair dan uap, menunjukkan suhu kritis yang mana di atas suhu tersebut zat tidak dapat dicairkan kembali. Di atas tekanan kritis, panas laten penguapan menjadi nol, garis batas antara fase cair dan uap lenyap, serta fenomena penguapan dan kondensasi juga lenyap. Garis jenuh padat, 1-2, bagian bawah dari garis jenuh uap, 5-6, dan garis triple isotermik, 2-3-5, melingkupi suatu wilayah di mana fase padat dan uap ada bersama-sama dengan proporsi berbeda.

Di sebelah kiri garis jenuh padat dan di bawah suhu titik triple, zat berada pada keadaan padat dingin-lanjut. Titik triple pada suhu titik triple, 2-3, adalah rangkaian titik keadaan yang unik dimana zat dapat berada pada ketiga fase, padat, cair, dan uap, dalam keseimbangan. Di bawah suhu titik triple, panas yang dibutuhkan untuk mengubah zat dari fase padat langsung ke fase uap disebut panas laten sublimasi. Pada suhu titik triple, panas yang dibutuhkan untuk mengubah zat dari fase padat menjadi cair (sepanjang 2-3) disebut panas laten pencairan, dan di atas suhu tersebut, panas yang dibutuhkan untuk mengubah zat dari fase cair ke uap disebut panas latent penguapan.

Untuk keperluan teknik status zat dapat lebih mudah ditentukan dengan menggunakan tabel sifat termodinamik zat. Tabel untuk air sering disebut dengan Tabel Uap (Steam Table). Tabel sifat termodinamik air dan beberapa zat yang umum digunakan sebagai refrigeran diberikan pada Lampiran. Cara pembacaan Tabel Uap dijelaskan sebagai berikut.

  • Tabel sifat termodinamik berisi nilai-nilai untuk suhu (T) tekanan (p), volume jenis (v), panas dalam (u), entalpi (h) dan entropi (s).

  • Tabel sifat termodinamik terdiri atas tabel jenuh (Lampiran), tabel super panas (Lampiran) dan tabel super dingin (Lampiran).

  • Tabel jenuh (saturated) dapat dibaca melalui dua cara, yaitu melalui suhu (Lampiran) dan melalui tekanan (Lampiran). Nilai-nilai pada tabel ini menunjukkan status zata pada kondisi jenuh yaitu berada pada garis lengkung pada Gambar I-3. Tabel jenuh berisi nilai sifat pada keadaan terdapat dua fase (cair dan uap) dalam keseimbangan. Sifat v, u, h dan s mempunyai subskrip "f", "g", dan "fg". Subskrip "f" berarti keadaan cair jenuh (fluid) ditunjukkan dengan garis melengkung cembung ke kiri pada Gambar I-3, dimana mutu uap 0.0. Subskrip "g" berarti uap jenuh (gas) ditunjukkan dengan garis melengkung cembung ke kanan, dimana mutu uap 1.0. Subskrip "fg" berarti cair-gas (peralihan fase dari cair ke gas atau dari gas ke cair). Nilai bersubskrip "fg" sama dengan nilai bersubskrip "g" dikurang nilai bersubskrip "f", atau Zfg = Zg - Zf . Sebagaimana disebutkan pada bagian terdahulu, tekanan dan suhu pada status jenuh adalah saling tergantung sehingga pembacaan nilai sifat melalui tabel jenuh dapat dilakukan hanya dengan menggunakan salah satu nilai sifat yang diketahui, seperti suhu atau tekanan.

  • Nilai sifat zat pada keadaan yang berada di antara kedua garis lengkung (garis jenuh) dapat dihitung dari table jika mutu uap diketahui dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut :

hx = hf + xhfg
sx = sf + xsfg .................................. 3-19
vx = vf + xvfg

  • Beberapa tabel tidak mencantumkan nilai energi dalam sehingga harus dihitung dengan menggunakan persamaan,

u = h - pv .................................. 3-20

  • Tabel super panas (superheated) memberi nilai-nilai sifat zat dalam fase uap yang mendapat pemanasan lanjut (sebelah kanan garis melengkung cembung ke kanan pada Gambar I-3). Pembacaan tabel super panas dapat dilakukan jika 2 nilai sifat diketahui, misalnya tekanan dan suhu. Nilai Tsat yang dicantumkan berdekatan dengan nilai tekanan menunjukkan suhu jenuh yang bersesuaian dengan tekanan tersebut. Pada tabel super panas diberikan nilai sifat pada tekanan tertentu dan suhu lebih besar atau sama dengan suhu jenuh yang bersesuaian dengan tekanan tersebut.

  • Tabel super dingin (subcooled atau compressed liquid) memberi nilai sifat zat dalam fase cair yang mendapat pendinginan lanjut atau mendapat tekanan lanjut (sebelah kiri garis melengkung cembung ke kiri pada Gambar I-3). Pembacaan tabel super dingin sama dengan tabel super panas, kecuali nilai yang tercantum adalah pada tekanan tertentu dan suhu lebih rendah atau sama dengan suhu jenuh yang bersesuaian dengan tekanan tersebut.

Pembacaan nilai sifat refrigeran atau zat lain dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan menggunakan tabel yang bersesuaian.

Contoh soal 3-2 :

Uap air berada pada silinder dengan kondisi awal 3.0 MPa dan 300 oC (status 1). Air tersebut didinginkan pada volume tetap hingga mencapai suhu 200 oC (status 2). Selanjutnya dikempa pada kondisi isotermal hingga tekanan mencapai 2.5 Mpa (status 3).
(a) Gambarkan proses tersebut pada diagram T-v dan diagram p-v.
(b) Tentukan volume jenis pada status 1,2,3, dan mutu uap pada status 2.
Jawab :

(a) Dengan menggunakan tabel uap diketahui bahwa Suhu T1 (300 oC) lebih besar dari suhu jenuh pada tekanan p1 (3.0 MPa) yaitu 233.9 oC, sehingga status 1 berada pada wilayah super panas. Pendinginan pada kondisi volume jenis tetap mengikuti proses yang tegak lurus dengan sumbu datar "v" diteruskan hingga mencapai garis suhu 200 oC untuk mendapatkan status 2. Pengempaan isotermal mengikuti proses di sepanjang garis suhu 200 oC. Pada wilayah dua fase (cair-uap) garis suhu berimpit dengan garis tekanan hingga mencapai garis jenuh cair. Kemudian dilanjutkan pada garis suhu yang sama hingga mencapai tekanan 2.5 MPa untuk mendapatkan status 3.

(b) Dari tabel uap super panas diperoleh bahwa volume jenis pada status 1 (v1) adalah 81.1 cm3/kg (dengan memasukkan nilai p=3.0 MPa dan T=300 oC) yang mana harus sama dengan v2 (volume jenis pada status 2). Dengan memasukkan nilai p=2.5 MPa dan T=200 oC ke tabel uap super dingin diperoleh nilai v3 = 1.1555 cm3/kg. Mutu uap pada status 2 (x2) dapat ditentukan melalui volume jenis yaitu dengan mengetahui volume jeni saat jenuh cair (vf) dan jenuh uap (vg) pada suhu status tersebut (200 oC) yaitu vv=1.1565 cm3/kg dan vg=124.4 cm3/kg. Diperoleh x2=(81.1-1.156)/(124.4-1.1565)=0.633

Alat lain yang dapat digunakan untuk menentukan sifat refrigeran selama siklus pendinginan adalah tabel keadaan refrigeran. Tabel keadaan refrigeran mempunyai struktur yang sama dengan Tabel Uap untuk air. Tabel tersebut mempunyai 3 bentuk yaitu tabel jenuh (saturated), tabel super-dingin (compressed liquid), dan tabel super-panas (superheated qas). Penentuan sifat refrigeran dilakukan dengan memperhatikan keadaan refrigeran pada titik yang ingin ditentukan sebagaimana diterangkan di atas. Sifat refrigeran yang berada di sepanjang garis jenuh (garis jenuh cair dan garis jenuh uap) pada diagram molier ditentukan dengan menggunakan tabel jenuh. Tabel jenuh dapat digunakan jika salah satu sifat refrigeran (suhu, tekanan, entalpi, entropi, volume jenis) diketahui. Jika refrigeran berada di antara kedua garis jenuh tersebut, maka sifat refrigeran ditentukan dengan menggunakan nilai mutu uap seperti dijelaskan pada bagian terdahulu.

Sifat refrigeran dalam keadaan cair super-dingin (berada di sebelah kiri garis cair jenuh) ditentukan dengan menggunakan tabel super-dingin, sedangkan sifat refrigeran dalam keadaan uap super panas (di sebelah kanan garis uap jenuh) ditentukan dengan menggunakan tabel super-panas. Penggunaan tabel super-dingin dan tabel super-panas harus memperhatikan derajat super-dingin atau derajat super-panas refrigeran yang bersangkutan.

SOAL LATIHAN

1. Setengah kilogram amonia cair jenuh dikembangkan melalui katup cekik dari tekanan kondensor 12.25 kg/cm2 ke tekanan evaporator

2.85 kg/cm2. Tentukan :
a. perubahan volume jenis yang terjadi
b. mutu uap amonia yang keluar dari katup cekik

2. Jika refrigeran pada soal no.1 mengalami pendinginan lanjut sebesar 3 oC, tentukan mutu uap amonia yang keluar dari katup cekik

3. Suatu mesin pendingin yang menggunakan amonia sebagai refrigeran bekerja pada suhu pengembunan 30 oC dan suhu penguapan -20 oC. Jika terjadi siklus ideal, tentukan :
a. efek pendinginan
b. laju aliran massa amonia (dalam kg/menit per ton pendinginan)
c. langkah piston per menit per ton pendinginan
d. kebutuhan tenaga (Hp) per ton pendinginan
e. COP
f. panas yang dilepaskan dari kondensor per menit per ton pendinginan.

4. Suatu sistem pembekuan pangan membutuhkan kapasitas sebesar 20 ton pendinginan pada suhu evaporator -35 oC dan suhu kondensor 22 oC. Refrigeran yang digunakan adalah Freon 22 dan mengalami pendinginan lanjut sebesar 3 oC saat keluar dari kondensor serta pemanasan lanjut sebesar 4 oC saat keluar dari evaporator. Proses kompresi yang terjadi adalah isentropik. Kompresor yang digunakan mempunyai 6 silinder dengan stroke sama dengan bore dan bekerja pada 1500 rpm. Tentukan :
a. efek pendinginan
b. laju aliran massa refrigeran per menit
c. langkah piston teoritik per menit
d. tenaga teoritik (Hp)
e. COP
f. panas yang dilepas dari kondensor

5. Satu kilogram refrigeran 12 dikembangkan melalui katup cekik dari tekanan 10 bar menjadi 4 bar. Tentukan a) mutu uap refrigeran pada akhir proses, b) perubahan volume jenis, dan c) mutu uap akhir jika refrigeran tersebut mengalami pendinginan lanjut 10 oC.

6. Buatlah suatu bentuk umum keseimbangan energi antara refrigeran cair pada keadaan diam di receiver dengan refrigeran yang memasuki katup ekspansi. Abaikan gesekan pada pipa.

7. Suatu mesin pendingin kompresi uap dengan refrigeran R-22 beroperasi pada suhu evaporasi –20 oC dan suhu kondensasi 35 oC.

  1. Tentukan suhu refrigeran yang memasuki kondensor
  2. Tentukan debit aliran yang diperlukan untuk mendapatkan kapasitas pendinginan 2 ton refrigerasi (1 ton ref.=1357 W).
  3. Hitung COP mesin tersebut

Test Formatip

1. Sebuah sistem pendingin dengan siklus kompresi uap standar yang menggunakan refrigeran tipe R-22 diketahui mempunyai suhu kondensasi 35oC. Apabila setelah melalui katup ekspansi tekanannya turun sebesar 933.45 kPa, dan jika diketahui laju aliran refrigeran sebesar 0.315 kg/s tentukan:

  • Suhu proses evaporasi
  • Kebutuhan daya kompresi dan kapasitas refrigerasi yang dihasilkan (dalam kW).
  • COP dari sistem
2. Sebuah sistem pendingin dengan siklus kompresi uap standar yang menggunakan refrigeran tipe amonia diketahui beroperasi pada suhu kondensasi 34oC dan suhu evaporasi -30 oC. Jika diketahui laju aliran refrigeran sebesar 0.3 kg/s, dan diasumsikan bahwa kompresor bekerja secara adiabatik, tentukan:
  • Kapasitas refrigerasi yang dihasilkan
  • Tekanan hisap dan tekanan buang kompresor
  • Suhu refrigeran yang keluar dari kompresor
  • Kebutuhan daya kompresi.
  • COP

PUSTAKA

Alan, H. Cromer. 1981. Physics For The Sciences. Second edition, Intenational Student Edition, Mc Graw-Hill International Book Company, Tokyo.
Dossat, R.J. 1981. Principles of Refrigeration. John Willey and Sons, New York.
Hutchinson, F.W. 1957. Thermodynamics of Heat Power Systems. Adison-Wesley.
Lee, J.F and Sears, F.W. 1964. Thermodynamics. Adison Wesley Publishing Co., Massachusets.
Moran, M.J., and H.N. Shapiro. 1988. Fundamentals of Engineering Thermodynamics, John Wiley & Sons. N.Y. USA
Stoker W.F dan Jones, J.W, 1987. Refrigeration and Air Condition. McGraw-Hill Book Company. Tokyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar